JAKARTA – IndonesiaPos
Ratno Lukito, saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan dugaan pelanggaran kode etik anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), menyebut proses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2024 melanggar konstitusi.
Menurutnya, langkah KPU yang menerima dan meloloskan pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo dinilai bertentangan dengan UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (P3).
Ratno menyatakan, dasar pencalonan presiden dan wakil presiden awalnya tercatat sebagai Peraturan KPU (PKPU) 19/2023. Itu kemudian diubah menjadi PKPU 23/2023.
Namun, beleid perubahan itu baru disahkan 3 November 2023, setelah Gibran resmi diterima pendaftarannya sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres) pada 26 Oktober 2023.
“KPU sepertinya sengaja melakukan legal disobedience dengan tidak menaati Pasal 10 dari UU Nomor 12 tahun 2011 tersebut, sehingga tindakan-tindakan yang dilakukan setelahnya pun juga melanggar peraturan yang ada,”jelas Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Bandung itu.
Ratno memandang, apabila KPU bermaksud menerima pencalonan Gibran berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas Perkara 90/PUU-XXI/2023 yang menguji norma batas usia minimum capres-cawapres, seharusnya PKPU 19/2023 diubah sebelum masa pendaftaran capres-cawapres.
“Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan KPU sehubungan dengan tugasnya sebagai komisi yang menangani pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres yang belum berusia 40 tahun menjadi salah, yang disebut sebagai tindakan legal disobedience atau ketidaktaatan kepada hukum,”tandas Ratno.