Editorial
Sistem ketatanegaraan Indonesia memberikan jalan untuk memperkuat sistem demokrasi, termasuk peran Dewan Perwakilan Rakyat, yang salah satu fungsinya adalah pengawasan.
Usulan Hak Angket yang digulirkan sejumlah politisi PDI Perjuangan untuk menguak dugaan kecurangan Pemilu 2024 adalah bagian dari fungsi pengawasan legislatif itu.
Gayung bersambut, usulan Hak Angket itu mendapat dukungan Koalisi Perubahan.
Koalisi yang dimotori Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Keadilan Sejahtera, menyatakan siap merapatkan barisan untuk mendukung usulan tersebut.
Apalagi, Hak Angket adalah hak konstitusional anggota DPR sehingga Nasdem, PKB, dan PKS mendukung usulan tersebut.
Namun demikian, Koalisi Perubahan masih menunggu langkah-langkah selanjutnya dari PDI Perjuangan.
Alhasil, tak ada alasan partai yang dinakhodai Megawati Soekarnoputri itu untuk berlama-lama memutuskan Hak Angket.
Pasalnya, Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengaku sudah mengantongi seabrek bukti adanya ketidak beresan Pemilu 2024.
Jika partai yang mendukung Paslon 03 bergabung dengan partai Paslon 01 suranya sudah lebih dari cukup untuk mengeksekusi usulan Hak Angket.
Total pendukung Hak Angket dari gabungan partai yang berlabuh di 01 dan 03 sebanyak 314 kursi. Jumlah itu sudah mencapai 54% lebih, atau lebih dari separuh.
Jumlah kursi pendikung 01 dan 03 di Senayan jelas sangat melampaui ketentuan dalam Pasal 79 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 yang hanya membutuhkan pengusul 25 anggota DPR.
Hak Angket adalah upaya untuk membuat terang benderang dugaan kecurangan pesta demokrasi yang bersifat tersruktur, sistematis, dan masif.
Semua jalan harus ditempuh untuk menguak misteri dugaan kecurangan dalam pemilu yang dianggap terburuk selama era reformasi, baik ke Bawaslu, Mahkamah Konstitusi, dan Hak Angket DPR RI.
Dugaan kecurangan pemilu jangan menguap begitu saja tersapu angin karena akan menjadi noda hitam sejarah pesta demokrasi.
Hak Angket memang tidak akan mengubah hasil Pemilu yang sejauh ini dikuasai paslon 02 sebanyak 58,84% berdasarkan real count Komisi Pemilihan Umum.
Namun, berbagai dugaan kecurangan yang terjadi yang bersifat TSM harus dibuka kepada publik, siapa pelakunya, apa motifnya, dan bagaimana pertanggung jawabannya.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai proses anak bangsanya. Jika bangsa ini hanya menghargai hasil maka bangsa ini akan doyan pada jalan pintas, tak peduli menabrak etika dan hukum.
Pemilu sebagai perwujudan demokrasi harus menghargai proses yang mematuhi etika dan hukum. Pemilu bukan tujuan. Pemilu alat untuk mewujudkan negara demokrasi yang menjadi jalan terwujudnya kemakmuran.
Siapa pun tak boleh menghalang-halangi Hak Angket. Pasalnya, semua pihak yang dipanggil berhak menyampaikan apa saja sesuai bukti yang dimiliki.
Justru melalui Hak Angket, kedua pihak yang pro dan kontra terkait dugaan kecurangan pemilu bisa bertemu dalam sidang Hak Angket yang berlangsung secara terbuka. Itulah jalan peradaban.