EDITORIAL IndonesiaPos
Hiruk pikuk dan kesemrawutan dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang terjadi beberapa pekan terakhir tampaknya akan segera berakhir dan ‘dilupakan’ semua, termasuk pemerintah, khususnya Kemendikbud-Ristek.
Pernyataan itu bukan tanpa dasar karena kejadian serupa sudah berulang setiap tahun, baik satu, dua, maupun tiga tahun yang lalu.
Kritik, masukan, dan saran tampaknya hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri, seolah tidak pernah didengarkan.
Bukti nyata bahwa saran dan masukan diabaikan terlihat dari kejadian PPDB saat ini. Sistem zonasi yang seharusnya didukung dengan jumlah sekolah yang memadai dan kualitas yang merata di setiap zona ternyata tidak dilaksanakan.
Jumlah sekolah yang kurang dan kualitas yang tidak merata masih menjadi masalah, dengan beberapa kecamatan, menurut data Kemendagri, yang bahkan tidak memiliki sekolah tingkat SMP.
Setiap tahun, berita tentang orangtua yang memanipulasi alamat tempat tinggal agar anak mereka bisa diterima di sekolah favorit terus muncul, dengan peningkatan 15% kasus manipulasi alamat setiap tahun selama lima tahun terakhir menurut data Kemendikbud.
Salah satu laporan dari kepala sekolah di Jakarta menunjukkan bahwa 30% dari pendaftaran tahun ini menggunakan alamat yang tidak valid, yaitu terjadi dilingkungan pendidikan Indonesia. (MI)