KUTAI BARAT – IndonesiaPos
Ketua Organisasi Wartawan Indonesia ( PWI )Kutai Barat,Alfianor angkat bicara soal Tambang Emas di Kelian dalam dan sekitarnya Kecamatan Tering mengatakan bahwa, tambang tersebut adalah Tambang tradisional atau biasa disebut tambang rakyat,
Menurutnya, tTambang ini sudah ada sejak jaman bahari dulu, bahkan mayarakat sekitar dan masyarakat lainnya merasakan sebelum adanya perusahaan asing seperti Pt.Kem,
Masyarakat lokal mendongkrak ekonomi keluarganya dengan mendulang butiran.mas secara tradisional menggunakan alat sederhana disamping bernilai ekonomis aktifitasnya hinggah saat ini masih dilakukan.
“Oleh karena itu Ia meminta Pemerintah Kabupaten Kutai Barat Propinsi Kalimantan Timur dapat memahami kondisi saat ini terkait penambangan emas secara manual tradisional,”pintahnya
Masyarakat berharap Pemerintah Daerah khususnya Provinsi Kaltim, memberikan solusi yang tepat agar aktivitas tradisional ini dapat terus berjalan, namun dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan dan keselamatan kerja.
“Hingga kini para pekerja penambang emas tradisional itu, rata rata asli warga Kampung Kelian Dalam, dengan menggunakan tenaga mesin domfeng jenis diesel, sedikitnya 15 hingga 30 unit yang dirancang dengan menggunakan panggung diatas rakit apung,”terangnya.
Dia menjelaskan, aktivitas kerja tambang rakyat itu, terbukti bertujuan membedah dampak ekonomi penambangan emas terhadap kesejahteraan masyarakat lokal yang mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi mereka sehari hari.
Salah satu ibu rumah tangga Yati menyebut, dirinya bersama warga setempat bekerja dilokasi lahan milik pribadi mereka yang berada dikawan bantaran sungai kelian dalam. Kendati demikian, dirinya mengakui hingga saat ini aktifitas tradisional tersebut, tampa merusak lahan maupun lokasi milik orang lain.
“Memang sebagian warga menggunakan alat berat jenis excavator. Alat berat ini di rental hanya untuk menggali bongkahan batu yang tak dapat kami kerjakan untuk mengambil pungutan dibawahnya. Kemudian hasil akhir dikerjakan dengan cara manual yaitu mendulang,” ujar Yati usai mengikuti sosialiasi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) bersama Polres dan Kodim 0912 Kubar.
Senada diterangkan Hayati ibu rumah tangga yang ikut mendulang pasir diberikan cuma cuma oleh pemilik lahan yang menggunakan excavator. Yayat menyebut, terkadang kelompok penambang emas ini cenderung berpindah pindah, karena cadangan pungutan emas yang digali mulai menipis.
“Jika aktivitas tambang rakyat ini dihentikan, sedikitnya 1.923 jiwa masyarakat Kampung Kelian Dalam, menggantungkan periuk mereka di kawasan penambang emas tradisional ini. Kegiatan mendulang rezeki ini merupakan usaha masyarakat banyak, yang mengantungkan hidup untuk menopang ekonomi keluarga kami sejak tahun 1960 silam,” tutur Hayati.
Pantaun media ini di lapangan, selain mengandalkan alat dulang kayu dan mesin domfeng, masyarakat dipermudah dengan bantuan alat berat beruapa excavator untuk menggali gundukan batu yang sebelumnya telah dikerjakan oleh penambang emas terdahulu.
Sisa-sisa pengutan inilah yang dikerjakan oleh masyarakat di kawasan pinggiran sungai kelian dalam. Tidak hanya itu, penambangan emas secara tradisional sangat memerlukan ketajaman bola mata untuk memisahkan bijih emas dari tanah bercampur batu, pasir dan kandungan alam lainnya.
Mirisnya terlihat aktifitas kerja masyarakat hingga berjam-jam mereka sanggup berendam dalam air dan dipanggang sinar matahari. Hasil dulang emas banyak tergantung pada sisa lahan garapan terdahulu, teknik dan kesabaran hati pendulang emas menjadi sumber penghasilan untuk memenuhi keperluan hidup masyarakat setempat.
Penghasilan tak menentu, jika nasip lagi mujur, maka setiap hari mereka sanggup memproduksi antara 10 hingga 15 gram emas. Hasil penambangan tidak selalu pasti. Menambang emas analog dengan usaha spekulatif dalam hidup mereka sehari hari. Mereka yang beruntung akan meraih lebih banyak emas, sedangkan yang kurang beruntung hanya mendapat sedikit emas.
Warga masyarakat kreatif mencari kawasan tepi sungai atau lokasi yang diduga mengandung emas. Dalam waktu singkat pertambahan jumlah penambang rakyat ibarat jamur di musim hujan. Tak heran, keadaan ini mendapat reaksi dari kelompok mengatas namakan Aliansi Penyelamat Hutan Kutai Barat (APHKB) atas kegiatan penambangan emas tanpa izin.
Penambang lokal dicap sebagai “Penambang Liar” karena mereka tidak memiliki Surat Izin Penambangan Rakyat (SIPR). Sehingga kegiatan mereka dijuluki PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin).
Namun, dalam skala mikro, penambangan emas termasuk salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyat kecil. Mereka berusaha menggali dan menemukan butiran emas demi kesejahteraan hidup. Dengan hasil penambangan mereka dapat memenuhi kebutuhan belanja, melunasi uang sekolah anak, berobat, membeli kendaraan bermotor dan meniti masa depan yang lebih baik,” Imbuh alfianor. (daniel)