JAKARTA – IndonesiaPos
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menetapkan Sungai Budi Group sebagai tersangka korporasi. Dalam hal ini pada kasus dugaan suap pengelolaan lahan di Inhutani-V.
Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, dugaan suap yang terungkap sejauh ini dilakukan oleh individu yang bekerja di lingkungan Sungai Budi Group. Namun, KPK belum memastikan apakah aliran dana suap itu bersumber dari dana pribadi atau dana perusahaan.
“Kami temukan sementara itu ada penyuapan yang dilakukan oleh orang dari Sungai Budi itu ke Inhutani, seperti itu. Untuk sementara ini sedang kita dalami,” kata Asep ketika dikonfirmasi, Jumat (21/11/2025).
Menurutnya, KPK telah mengantongi bukti awal terkait dugaan pemberian uang dari manajemen Sungai Budi Group kepada pejabat PT Inhutani V. Bukti tersebut saat ini sedang diuji melalui proses persidangan.
Ia memastikan, tidak menutup kemungkinan korporasi akan dijerat apabila ditemukan bukti kuat adanya peran perusahaan dalam tindak pidana korupsi. “Karena kalau korporasi itu kita harus melihat korporasi itu memang sengaja dibuat, sengaja didirikan untuk melakukan tindak pidana korupsi,” kata Asep, menjelaskan.
Juru bicara KPK Budi Prasetyo sebelumnya mengatakan, akan menelusuri sumber dana yang digunakan PT Sungai Budi Group menyuap PT Inhutani-V. Terlebih, JPU KPK mendakwa Direktur PT PML, Djunaidi Nur, memberi uang tunai kepada Dirut Inhutani V, Dicky Yuana Rady.
Menurut Budi, KPK akan mengurai aliran dana tersebut. “Setiap fakta-fakta yang muncul nanti akan dianalisis termasuk dengan sumber-sumber uang yang digunakan di Perkara Inhutani tersebut,” kata Budi di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (18/11/2025)
Dalam surat dakwaan bernomor 50/TUT.01.04/24/10/2025, JPU memaparkan adanya dua kali pemberian uang. Pertama, pada 21 Agustus 2024, Djunaidi Nur menyerahkan 10.000 dolar Singapura kepada Dicky di Resto Senayan Golf Club, Jakarta.
Kedua, pada 1 Agustus 2025, sebanyak 189.000 dolar Singapura diserahkan oleh asisten pribadi Djunaidi. Yaitu, Aditya Simaputra, yang juga staf perizinan Sungai Budi Group.
Aditya disebut berkoordinasi dengan Ong Lina, Manager Keuangan Sungai Budi Group, untuk menghitung nilai tukar dolar Singapura. Uang tersebut sebagai acuan pemberian uang yang disebut akan digunakan membeli Jeep Rubicon yang diinginkan Dicky.
Dana puluhan miliar rupiah itu diambil dari rumah Djunaidi dan diserahkan di kantor Dicky di Wisma Perhutani, Jakarta. Pemberian uang diduga agar PT PML dapat beroperasi dan melanjutkan kerja sama dengan Inhutani V dalam pemanfaatan kawasan hutan.
Hutan tersebut teregister 42, 44, dan 46 di Provinsi Lampung. KPK menyatakan penyidikan akan terus diarahkan untuk menelusuri aliran dana serta mengungkap potensi keterlibatan korporasi dalam perkara tersebut.