<

PSHK : Presiden Berhak Menarik Kembali Surpres Revisi UU KPK Dari Tangan DPR

Aksi Demo Di Depan Kanto KPK (foto; tagar)

JAKARTA, IndonesiaPos.co.id

Kondisi Pemberantasan Korupsi mengalami kebuntuan menyusul pimpinan KPK menyerahkan tanggungjawab pengelolaan KPK kepada Presiden Jokowi. Hal itu tidak terlepas dari perkembangan proses pembentukan RUU Revisi UU KPK dan terpilihnya Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua KPK.

Khusus menyangkut revisi UU KPK, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai sejak awal sudah bermasalah. Ada sejumlah aspek yang mendasari kebuntuan terjadi, yaitu Pertama, KPK tidak dilibatkan dalam proses pembentukan RUU Revisi UU KPK.

Baca juga : presiden-jokowi-tolak-4-poin-revisi-uu-kpk-oleh-dpr

“Padahal KPK adalah lembaga yang akan terdampak langsung terhadap pembentukan RUU tersebut,” Direktur Jaringan dan Advokasi PSHK, Fajri Nursyamsi melalui siaran pers, Sabtu (14/9/2019).

Kedua, Selain melanggar Undang-Undang 12/2011 dan Tata Tertib DPR karena prosesnya tidak melalui tahapan perencanaan, penyiapan Draft RUU dan Naskah Akademik Revisi UU KPK pun dilakukan tertutup tanpa pelibatan publik secara luas.

Baca juga : revisi-uu-kpk-usulan-dan-inisiasi-dpr

“Kedua kondisi di atas tersebut dipandang sebagai keanehan dalam suatu proses administrasi pembentukan UU, yang perlu dihindari agar tidak berdampak kepada kesalahan dalam dalam prosedur,” papar Fajri.

Untuk merespon kondisi tersebut, PSHK mendorong Presiden Jokowi untuk menarik kembali Surpres dalam proses pembentukan RUU Revisi UU KPK. Penarikan kembali dapat dilakukan dengan berdasar kepada asas contrarius actus, yaitu asas dalam hukum administrasi negara yang memberikan kewenangan pada pejabat negara untuk membatalkan keputusan yang sudah ditetapkannya.

Baca juga : presiden-nyatakan-tak-ingin-independensi-kpk-terganggu

“Artinya, Presiden berwenang untuk membatalkan atau menarik kembali Surpres yang sudah ditetapkan sebelumnya,” katanya.

Dengan penarikan Surpres diharapkan Jokowi dapat mengambil langkah lebih tegas dan efektif untuk mewujudkan visinya menciptakan KPK sebagai lembaga terdepan dalam pemberantasan korupsi, tanpa harus tersandera oleh proses pembentukan RUU Revisi UU KPK yang sedang digagas oleh DPR.

Selain itu, dengan penarikan Surpres, Presiden Jokowi menjalankan perannya sebagai lembaga yang mengoreksi kesalahan DPR dalam hal kekuasaan pembentukan Undang-undang Revisi UU KPK yang sejak awal sudah melanggar hukum.

BERITA TERKINI