Pakar Hukum Tata Negara, Bifitri Susanti
JAKARTA, IndonesiaPos.co.id
Pakar Hukum Tata Negara, Bifitri Susanti menyambut baik penundaan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) seperti yang dilakukan oleh Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi).
Sebab menurut dia, tidak sedikit dari pasal-pasal yang ada dalam RUU KUHP kontroversial. Misalkan terkait norma-norma yang ada di tengah masyarakat dan pidana terhadap para gelandangan.
“Saya kira upaya penundaan dari Pak Jokowi perlu diapresiasi karena memang saya kira ini yang harus dilakukan karena terlalu banyak pasal yang kontroversial,” katanya. Sabtu (21/9/2019).
Maka dari itu, dimintanya agar DPR RI dan pemerintah lebih realistis. Yakni dalam rapat paripurna nanti, mereka harus sepakat untuk tidak membahas atau mengesahkan undang-undang itu pada periode 2014-2019. Melainkan periode berikutnya.
“Partai-partai atau fraksi-fraksi yang sudah sepakat ataupun dalam koalisi Pak Presiden harus ikut mendukung dan menyatakan ketidaksetujuannya, sehingga secara hukum memang berarti undang-undang itu tidak jadi disetujui dan bisa diserahkan DPR periode berikutnya untuk dibahas secara lebih komprehensif dan lebih partisipatif,” pungkasnya.
Perlu diketahui, saat ini Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly untuk menunda pembahasan RUU tersebut. Jokowi juga meminta agat pengesahan RUU KUHP tidak dilakukan oleh anggota DPR RI periode 2014-2019.
Belakangan, penolakan berbagai elemen, baik dari elemen organisasi masyarakat, mahasiswa dan para aktivis terus saja dilakukan atas pengesahan RUU KUHP. (rri*)