<

ICW Desak Presiden Segera Terbitkan Perppu KPK

JAKARTA, IndonesiaPos.co.id

Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) diingatkan untuk tetap memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jika tidak, maka Jokowi dinilai telah mengkhianati amanat rakyat.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana mengatakan, salah satu upaya menjaga KPK tetap kuat adalah dengan segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perppu KPK). “Jangan lupa, Presiden Jokowi 2010 mendapatkan Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA),” katanya di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Minggu (6/10/2019).

Menurut Kurnia, penerbitan Perppu KPK sangatlah penting. Sebab ada delapan efek jika Jokowi tidak segera menerbitkan Perppu KPK. Salah satu diantaranya adalah Jokowi bisa dianggap mengkhianati amanah rakyat ketika Pilpres 2019 lalu. Yang mana ketika itu, Jokowi telah berjanji untuk menguatkan KPK. “Cabut saja (BHACA) kalau tidak dibuktikan itu (terbitkan Perppu KPK). Jika tidak, presiden telah mengkhianati amanah rakyat ketika Pilpres 2019 (Jokowi telah berjanji menguatkan KPK),” ketus Kurnia.

Berikut delapan efek jika Jokowi tidak terbitkan Perppu KPK versi ICW:

  1. Terkait penindakan kasus korupsi lambat.
  2. Pimpinan KPK tidak lagi menjadi institusi utama dari pemberantasan tindak pidana korupsi.
  3. Citra pemerintahan yang buruk.
  4. Presiden akan ingkar janji soal nawacitanya.
  5. Indeks persepsi korupsi Indonesia akan stagnan atau mungkin turun (efeknya citra pemerintah di mata internasional menurun).
  6. Berkhianat dengan amanat reformasi.
  7. Telah mengkhianati amanah rakyat ketika pilpres 2019 (Jokowi telah berjanji menguatkan KPK).
  8. Jangan lupa, presiden Jokowi 2010 mendapatkan Bung Hatta Anti Corruption Award.

Sementara itu, Masinton Pasaribu mengemukakan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai belum perlu diberlakukan.  Sebab, menurut Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, belum ada kegentingan yang mendesak untuk menerbitkan itu.“Belum ada urgensi penerbitan Perppu tentang KPK,” kata Masinton kepada wartawan di Jakarta, Minggu (6/10/2019).

Perlu diketahui, penerbitan Perppu KPK merupakan salah satu tuntutan dari aksi unjuk rasa mahasiswa yang berlangsung belakangan ini. Terkait adanya penolakan atas revisi UU KPK tersebut, Masinton meminta mereka untuk mengajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebelumnya, setelah mendengar masukan dari beberapa tokoh bangsa, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pun menyampaikan akan mengkalkulasi untuk menerbitkan Perppu KPK atau tidak. Masinton mengakui bahwa sebagai pimpinan tertinggi di negeri ini, Jokowi punya kewenangan untuk itu.

Namun diingatkannya Perppu hanya bisa diterbitkan jika terjadi kegentingan yang memaksa sebagaimana tertuang dalam Pasal 22 ayat 1 UUD 1945. Yang mana, berdasarkan putusan MK melalui Putusan Nomor 138/PUU-VII/2009, setidaknya ada 3 syarat agar suatu keadaan secara objektif dapat disebut sebagai kegentingan yuridis yang memaksa.

Pertama menurut Masinton yakni Perppu dikeuarkan karena adanya kebutuhan mendesak demi menyelesaikan suatu masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang yang berlaku. Yang kedua lanjut dia, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum.  “Kalaupun undang-undang tersebut telah tersedia, itu dianggap tidak memadai untuk mengatasi keadaan,” tandasnya.

Adapun yang ketiga, tambah Masinton, ada kekosongan hukum yang tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa, sebab akan memakan waktu yang cukup lama.“Padahal, keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian hukum untuk diselesaikan sesegera mungkin,” pungkasnya.

BERITA TERKINI