BANYUWANGI, Indonesiapos.co.id
Demi menghindari praktek pungli Perhutanan Sosial (PS), sejumlah NGO dari pusat mengajukan pendampingan. Mereka diseleksi dan akan mendapat SK jika memenuhi syarat pendampingan.
Diluar itu, ada kelompok yang memanfaatkan demi mencari keuntungan tanpa mengambil resikonya merugikan para pemohon PS.
Praktek dugaan pungutan liar (Pungli) di program Perhutanan Sosial (PS) sudah terinventarisir pihak Perhutani di Banyuwangi, yang sudah berkerjasama dengan pendampingan PS resmi memiliki SK dari Balai Perhutanan Sosial Kemitraan Lingkungan Wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dilapangan, banyak para pemohon yang telah membayarkan uang diduga pungutan liar. Nilainya, mencapai kisaran angka Rp. 5 juta keatas. Pemohon yang membayar dapat janji manis dari oknum tidak bertanggungjawab, seolah lahan yang dimohonkan untuk program PS ini, nanti bisa dimohonkan jadi hak milik.
Informasi itu, terus menggelinding liar. Sehingga membuat pusing pihak perhutani.
“Perhutani Sosialisasi Perhutanan Sosial dengan Pendampingan, dilapangan, banyak pertanyaan itu, Perhutani bagi-bagi 2 hektar lahan pak, bianya apa betul segini?,” tiru petugas KPH Banyuwangi Selatan setingkat mandor, enggan disebut identitasnya.
Data diterima media ini, lembaga pendampingan Perhutanan Sosial resmi, hanya ada beberapa saja. Yakni; Lembaga Laskar Hijau , lembaga Arupa, lembaga Wana Caraka, lembaga Semut Ireng, JPIK. Mereka yang akan mendampingi pemohon Perhutanan Sosial baik dari Kelompok Tani Hutan (KTH) maupun Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
Menanggapi temuan dilapangan, soal dugaan Pungli di Perhutanan Sosial, Kepala KPH Banyuwangi Selatan Nur Budi Susatyo,S.Hut, MM tegas mengatakan bahwa pungli itu bisa dipidanakan. Karena jelas melanggar aturan yang sudah ditetakan pemerintah dan peraturan perhutani sendiri.
“Apapun bentuknya Pungli itu bisa dipindanakan,” tegas KKPH Banyuwangi Selatan, kepada awak media ini.
Perhutani KPH Banyuwangi Selatan sangat mendukung Program Pemerintah terkait Perhutanan Sosial (PS) baik menurut P. 83 tahun 2016 dengan skema Kulin KK maupun P. 39 tahun 2017 dengan skema IPHPS. Perhutani memfasilitasi masyarakat serta LMDH maupun KTK, agar sesuai dengan ketentuan.
Lanjut Nur Budi Susatyo,S.Hut.MM, bahwa P. 83 maupun P. 39 adalah sama – sama perhutani sosial hanya ruangnya yang berbeda. Sehingga LMDH maupun KTH masyarakat harus bersinergi dengan perhutani. (Tim)