INDONESIAPOS
Tanggal 25 Nopember 2019 bertepatan dengan HUT PGRI ke 74 Tahun dan HGN Tahun 2019, tema yang diusung PGRI pada tahun ini adalah “Peran Strategis Guru Dalam Mewujudkan SDM Indonesia Unggul.”
Guru memang selalu mempunyai peran yang strategis baik sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan, tantangan terbesar sebelum kemerdekaan adalah membantu para perjuang bangsa sehingga Indonesia bisa segera Merdeka sedangkan tantangan terbesar pada saat ini adalah menyiapkan generasi Indonesia yang ber-SDM unggul.
Indikator SDM Unggul adalah mencetak manusia yang mempunyai kompetensi, berprestasi, bermanfaat dan berkarakter.
Tetapi perlu diingat harus ada ruang bagi peserta didik yang sudah ber-SDM Unggul untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan bidangnya masing-masing, banyaknya jumlah pengangguran saat ini ternyata banyak disumbang oleh lulusan-lulusan yang berijazah S1 dan tidak sedikit dari mereka merupakan siswa-siswi yang berprestasi.
Sesuai amanat UUD 1945, Guru merupakan ujung tombak Pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tantangan guru untuk menyiapkan SDM yang unggul dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal (guru itu sendiri) dan faktor eksternal (teknologi).
Derasnya kemajuan teknologi saat ini tidak bisa dibendung, kemajuan teknologi juga sangat berpengaruh besar terhadap dunia pendidikan sehingga bisa berdampak positif atau negatif, dan kemajuan teknologi perlahan mulai menggeser peran seorang guru.
Peran strategis guru untuk menghasilkan SDM yang unggul harus terus didukung oleh pengembangan kompetensi guru.
Guru harus siap berubah, berbenah dan berkembang mengikuti perkembangan jaman, teknologi di era revolusi 4.0 mulai sulit dipisahkan dengan proses belajar mengajar di sekolah, contoh kecilnya penggunaan internet untuk mencari referensi pengetahuan sampai pada ujian sekolah yang mulai menggunakan komputer.
Guru dituntut untuk mahir IT atau metode pembelajaran yang berbasis online agar kemajuan teknologi bisa dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Pandai secara tektual belum tentu diiringi pandai dalam bersikap atau berperilaku.
Contohnya siswa hafal artinya mencuri bahwa mencuri adalah perbuatan mengambil milik orang lain tanpa ijin tetapi siswa yang tahu (hafal) tersebut sering mencuri pensil temannya di kelas, artinya siswa tersebut hanya paham artinya mencuri tetapi tidak bisa menghindar dari perbuatan mencuri.
Kemajuan teknologi tidak akan bisa mendidik karakter siswa yang suka mencuri, disinilah peran seorang guru. Guru dibutuhkan untuk mendidik karakter para siswanya agar mereka bisa bersikap dan berperilaku dengan baik.
Siswa dituntut harus pintar atau pandai tetapi juga harus punya karakter (ahlak), nah inilah peran guru yang tidak bisa digantikan oleh kemajuan teknologi.
Di saat guru sudah berani berubah, berbenah dan mau mengembangkan kompetensinya maka di saat itulah tugas guru untuk mewujudkan SDM yang unggul bisa segera tercapai.
Tugas seorang guru yang profesional sesuai dengan UUGD 14/2005 adalah mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi.
Tujuh tugas guru tersebut tidak bisa tergantikan oleh kemajuan teknologi, kemajuan teknologi hanya bersifat sebagai perangsang, mempermudah dan mempercepat pengetahuan sehingga bisa dipahami atau dimengerti oleh peserta didik.
Tugas guru itu sangatlah mulia jika didasari oleh pengabdian yang benar-benar tulus dan ikhlas.
Di saat Guru mulai berubah, berbenah dan berkembang meningkatkan kompetensinya maka perlu diingat juga peningkatan kesejahteraannya.
Sertifikasi Guru mulai terlihat sangat sulit, indikasinya adalah guru bukan hanya harus memenuhi syarat tetapi juga diharuskan lulus pretest PPG, mereka yang dinyatakan lulus baru bisa terdaftar sebagai peserta PPG.
Awal-awalnya sertifikasi guru merupakan sebuah hak yang diberikan setelah memenuhi syarat dan tes dilakukan setelah mereka ditempa dalam sebuah proses pelatihan berupa PLPG, tetapi sekarang berubah untuk menjadi peserta PPG diharuskan lulus pretest PPG.
Perlu juga menjadi perhatian, Guru Honorer yang bekerja di lembaga negeri, satu tahun yang lalu banyak dari mereka bisa ikut pretest PPG dan dinyatakan lulus tetapi tidak bisa melanjutkan ke tahap berikutnya dikarenakan tidak memiliki SK dari Bupati.
Terdengar kabar dalam acara HUT PGRI ke 74 dan HGN Tahun 2019 di Surabaya (Jatim Ekspo) bahwa guru honorer yang bekerja di lembaga negeri dan memenuhi syarat dapat mengikuti PPG dengan berbekal ST (surat tugas) dari Dikbud setempat, tetapi kabar baik ini perlu terus dikawal agar aturan yang sudah ada sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Standarisasi gaji bagi guru honorer yang masih mengabdi di lembaga Pemerintah perlu menjadi perhatian serius, 15% anggaran dari dana BOS sangat jauh dari kata layak dan bertentangan dengan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Standarisasi gaji bagi guru honorer ini bertujuan menyeragamkan honorarium mereka di setiap daerah (kabupaten/kota), sebenarnya bisa dibuat aturan berupa Peraturan Gubenur (Pergub) yang nantinya ditindaklanjuti oleh para Bupati, alokasi dananya diambilkan dan disesuaikan dengan kemampuan APBD di masing-masing daerah (kabupaten).
Contohnya di Provinsi Jawa Timur sudah banyak kabupaten/kota yang telah memberikan Honorarium bagi guru honorer yang diambilkan dari APBD meskipun besarannya tidak sama, tetapi ada juga kabupaten yang tidak memberikan honorarium bagi guru honorer di daerahnya.
Jika ada Pergub yang mengaturnya maka standarisasi gaji bagi guru honorer bisa merata dan terwujud, semoga saja Gubenur Jatim mengawalinya?