<

Memalukan, Sekda Tak Mampu Menjelaskan Dasar Regulasi Kepada Pansus

BONDOWOSO, IndonesiaPos

Pengangkatan direktur PDAM dan Direktur PT. Bogem dan Dewan Pengawas (Dewas) PDAM terdapat kesalahan substansi sehingga cacat yuridis. Pasalnya,  tahapan seleksi Dewas PDAM, Direksi PDAM dan Direksi PT. Bogem hanya di lakukan oleh Timsel dan tidak dilaporkan secara utuh ke KH. Salwa Arifin baik sebagai Kepala Daerah.

Seharusnya, di lakukan seleksi selanjutnya yaitu dengan mekanisme wawancara akhir dalam menentukan satu orang Dewas, Direktur PDAM dan Direktur Bogem seperti yang diamanahkan dalam permendagri 37 tahun 2017 pasal 22 untuk dewas dan pasal 47 untuk Direksi.

“Kasus ini terungkap di rapat Pansus bersama Tim Panitia Seleksi (Timsel) yang di ketuai Sekda dan dengan para calon Dewas dan calon Direksi yang lolos tiga besar, bahwa tiga orang yang lolos seleksi tidak pernah dilakukan wawancara,”kata Ketua Fraksi PKB. H Tohari. Kamis (13/2/2020) malam.

Menurutnya, Pansus PDAM dan PT. Bondowoso Gemilang (Bogem). Ini kan memalukan, Sekda tak mampu menjelaskan dasar regulasi kepada Pansus dalam penetapan calon Direksi dan Dewas yang lolos seleksi.  Sementara Bupati hanya memanggil satu orang calon Direktur PDAM, satu orang calon direktur PT. Bogem dan satu orang calon Dewan Pengawas (Dewas) untuk di lakukan wawancara.

“Ini sangat bertentangan dengan Permendagri 37 Tahun 2018 dan Perbup Bondowoso 52 Tahun 2019, yang mengamanahkan calon paling sedikit 3 dan paling banyak 5 orang,”tegasnya.

Mantan Ketua DPRD Bondowoso ini menambahkan, Pansus menduga ada kesalahan fatal yang di lakukan Timsel yang tidak secara utuh memberikan masukan dan tela’ah hukum kepada Bupati saat menindak lanjuti tahapan seleksi sehingga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Jika mengacu kepada Permendagri 80 Tahun 2015 Pasal 55 Ayat (2) Rancangan keputusan Bupati diajukan kepada Sekda dan mendapat paraf koordinasi, setelah semua rancangan keputusan telah benar dan memenuhi prosedur, baru  Sekda mengajukan rancangan tersebut kepada Bupati untuk mendapat penetapan sesuai pasal 55 ayat 3,”paparnya.

Namun, hal tersebut tidak dilakukan, seharusnya Sekda melakukan kajian dari sisi kewenangan dan keabsahannya berdasarkan Undang-Undang 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah, Permendagri Nomor 37 Tahun 2018.

“Dan hasil tinjauan hukum tersebut menjadi dasar untuk menyusun rancangan Peraturan Bupati dimaksud. Tidak amburadul seperti proses yang terjadi karena mengabaikan Peraturan perundang-undangan diatasnya,”ujarnya.

Tohari menandaskan, Peraturan Bupati 52 Tahun 2019 tidak mengakui keberadaan peraturan diatasnya dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sehingga Perbup mengabaikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk melebihi kewenangan Bupati.

Perbup oleh Permendagri nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah  sebagaimana yang telah diubah dengan Permendagri nomor 120 tahun 2018 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, kemudian digolongkan sebagai salah satu jenis dari peraturan kepala daerah (Perkada).

“Coba di baca dan dipelajari dengan teliti biar jelas, di dalam Pasal 19 Permendagri 80/2015, mengatur Perencanaan penyusunan peraturan disusun berdasarkan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau berdasarkan kewenangan,”pungkas H. Tohari. (*)

BERITA TERKINI