<

Bupati Faida “KABUR” Saat Sidang Paripurna DPRD Belum Usai

JEMBER, IndonesiaPos

“Sikap Bupati sore ini  menunjukkan kualitas kepemimpinan yg rendah. Pemimpin itu harus siap untuk dikritik. Siapapun yang bertanya tentang kebijakannya, seharusnya dijawab secara diplomatis, ” gerutu Agusta Jaka Permana, Anggota DPRD dari Partai Demokrat yang juga Ketua Fraksi Pandekar.

Kamis sore (9/4/2020), rapat Paripurna Pengesahan 5 Raperda yang seharusnya dijadwalkan pukul 13.00 wib, ternyata molor hingga pukul 16.00 wib.

Bupati Faida yang sebelumnya tidak pernah datang dalam rapat undangan dewan, kali ini tampak hadir dalam rapat pembahasan di gedung DPRD Jember.

BACA JUGA : Situs Resmi Pemkab Jember Terkait Cegah Covid-19 Berubah Judul. Ada Apa?

Rapat Paripurna yang dilakukan secara teleconference tersebut sebelumnya nampak berjalan normal seperti sidang sidang pada umumnya.

Insiden memalukan itu terjadi setelah muncul interupsi dari anggota DPRD.Awalnya, interupsi dilakukan oleh Agusta Jaka Permana dari Demokrat.

“Karena saya pikir ini adalah kesempatan yang langka, anggota dewan bisa bertemu dengan Bupati, saya bertanya dengan kaitan penanganan Corona, terutama yang lagi rame dibahas tentang dana 400 Milar” tutur Agusta pada IndonesiaPost melalui telpon.

BACA JUGA : Tanpa DPRD, Bupati Faida Geser Anggaran Rp400 Milyar

“Kok bisa bisanya Bupati menganggarkan dana 400 miliar untuk covid-19 itu, asalnya dari mana?  Kan APBD belum di dok ? Dan saya minta penjelasan pada Bupati” sambung Agusta.

Pertanyaan Agusta tersebut kemudian ditampung oleh Pimpinan sidang Itqon Syauqi dan akan diteruskan kepada Bupati oleh pimpinan. Dan Bupati masih tetap berada di tempatnya.

Berikutnya muncul interupsi kedua dari Nyoman Aribowo, anggota DPRD dari PAN

BACA JUGA : Bantu Pencegahan Covid-19, Baguna DPC PDI-P Jember Bagikan Gentong Air

“Mengapa Bupati tidak menjalankan perintah KASN, mengapa Bupati tidak mematuhi perintah Mendagri tentang pengembalian KSOTK dan seterusnya. Kurang lebih seperti itulah pertanyaan dari mas Nyoman” terang Agusta.

Belum selesai Nyoman menyampaikan interupsinya, Bupati terlihat meninggalkan ruang sidang.

“Awalnya,  saya mengira Bupati meninggalkan ruangan untuk ke toilet, tetapi ketika ternyata diikuti oleh ajudan dan semua protokoler Bupati, baru saya sadar, bahwa Bupati telah meninggalkan ruangan sidang tanpa pamit sebelum sidang Paripurna ditutup. Bahkan sebelum mas Nyoman menyelesaikan pertanyaannya. Ngacir begitu saja” ujar Agusta.

BACA JUGA : Itqon Syauqi : Bupati Faida “Tak Ada Itikat Baik” Untuk Bahas APBD

Senada dengan Agusta, Ketua DPRD Itqon Syauqi juga ikut menyayangkan sikap Bupati sebagai pemimpin masyarakat Jember.
“Sebagai Pemimpin, seharusnya Bupati bisa memberi teladan yang baik kepada publik. Kepada masyarakat Jember. Kalau tiba-tiba keluar ruangan ketika sidang sedang berlangsung, apalagi ketika ada anggota dewan yang sedang bertanya, ini kan bukan sikap pemimpin yang baik. Tiap-tiap anggota dewan itu berhak utk berbicara, salah satunya lewat mekanisme interupsi dalam sidang paripurna” ujar Itqon.

“Lagipula, apa yang disampaikan oleh kedua orang anggota Dewan itu, menurut hemat saya, sejalan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam tatakelola pemerintahan. Mereka menanyakan soal realokasi anggaran yg besarnya 400 M itu semata-mata dalam rangka mempertanyakan transparansi proses politik yg melatarinya. Mereka hanya sekadar ingin tahu, kenapa alternatif realokasi seperti itu yg dipilih oleh bupati, apa tidak ada cara lainnya? Toh, yg direalokasi itu juga uang rakyat Jember, sehingga DPRD wajib mengawasinya.” sambung Itqon.

Seolah menjadi puncak kekesalan kepada sikap Bupati, Itqon panjang lebar melontarkan uneg-unegnya.

“Jangan sampai tatakelola pemerintah Jember ini menjadi anomali. Pemusatan kekuasaan secara eksesif pada diri seorang bupati justru akan menjadikan pribadi Bupati identik dengan hukum. Ini sungguh ancaman terhadap masa depan demokrasi di Indonesia, khususnya di kabupaten Jember ini.”

“Saya melihat bupati Jember ini gemar sekali memanipulasi simbol-simbol artifisial, simbol-simbol pencitraan, sehingga sebagian rakyat Jember terhipnotis, seolah-olah bupati adalah orang yang paling arif, tanpa cacat, sehingga tidak perlu dikontrol oleh kekuatan demokratis mana pun, termasuk oleh DPRD, Gubernur, atau bahkan Mendagri. Contoh konkretnya, rekomendasi Mendagri ternyata lebih banyak dipolemikkan oleh bupati daripada ditindaklanjuti. Menurut saya, ini ancaman serius terhadap konstitusi di negeri ini.” tulis Itqon lewat WA pada IndonesiaPos.
Penyesalan yang sama juga terucap dari Wakil Ketua DPRD, Ahmad Halim dari Partai Gerindra.
“Mestinya Bupati bisa lebih dewasa menyikapi bahasa teman teman anggota dewan. Toh diakui atau tidak, mereka itu juga membawa aspirasi rakyat Jember” kata Halim.

“Padahal pimpinan dan jajaran anggota sdh berupaya keras agar sidang paripurna ini bisa berlangsung, mengingat perda ini menyangkut kepentingan para buruh PDP dan lain lain” ujarnya

“Harusnya Bupati bisa menunjukkan sikap kenegarawan dalam konteks mengelola pemerintahan bukan malah sebaliknya. Kami pimpinan dan DPRD sebagai mitra  Executif, sudah banyak mengalah untuk berupaya memberikan masukan yang tentunya diperlukan dalam konteks membangun Jember” tegas Halim. (why)

BERITA TERKINI