<

Program Asimilasi Napi Dituding Menakutkan

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly perlu memberikan penjelasan khusus soal tudingan banyaknya narapidana bebas hasil program Asimilasi yang kembali melakukan kejahatan. Bisa jadi program asimilasi itu bagus untuk menghindarkan mereka terpapar virus corona di dalam Lapas, akan tetapi bagi orang lain, program asimilasi tersebut dituding lebih menakutkan. 

Beberapa kasus kejahatan yang terjadi dalam masa pandemic virus corona justru dilalukan oleh pelaku kejahatan yang baru bebas dari penjara melalui program asimiliasi. Sejumlah napi tersebut bahkan akhirnya ditembak oleh polisi karena melakukan perlawanan saat hendak ditangkap. Di Tanjung Priok, Jakarta Utara, seorang napi asimilasi AR, terpaksa diakhiri hidupnya oleh Polisi karena melakukan kejahatan di angkutan umum. Kemudian di Trenggalek Jawa Timur napi asimilasi mendapat hadiah dari polisi setempat berupa metal panas di kakinya, tidak tewas tapi cukup mebuat mereka menderita. 

Terakhir, 300-an napi di Sorong, Papua melakukan kerusuhan minta dibebaskan. Masih di dalam penjara saja sudah rusuh, bagaimana kalau sudah bebas. Total jumlah yang melakukan kejahatan lagi kata Kabareskrim Polri, Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah 27 orang, dan terakhir kata Karo Penmas Divisi Humas Polri naik lagi menjadi 30. Namun bagi Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly, itu kecil. Jadi Program Asimilasi itu tidak masalah. 

Dari total yang dibebaskan 38 ribu orang, hanya 0.07 persen. Sehingga, kalau ada napi asimilasi ramai diberitakan kembali melakukan kejahatan, hanya dibicarakan di media massa. Masyarakat harus paham, bahwa yang melakukan kejahatan bukan Napi Asimilasi saja. 

Memang benar apa yang dikatakan oleh Menkumham kita harus objektif. Hal yang sebenarnya harus lebih diperhatikan adalah pelaku kejahatan lain, terlebih dalam pandemi virus corona. Banyak orang lapar, suami tidak punya pekerjaan, istri tidak ada uang belanja, anak-anak minta makan, serta puasa perlu makanan buka dan sahur. Kondisi sekarang benar-benar memprihatinkan. Semoga banyak orang masih kuat imannya sehingga tidak melakukan kejahatan. Sebab, tidak sedikit kejahatan terjadi bukan semata karena niat jahat, tapi karena kondisi yang terpaksa. 

Demikian juga napi asimilasi, mereka yang kembali melakukan kejahatan karena tidak ada uang untuk keperluan hidupnya. Satu-satunya pengalaman yang mereka miliki adalah mencuri atau menodong dan itulah yang mereka gunakan.

BERITA TERKINI