<

Eksodus Mantan Pendukung Faida, Inilah Alasan Gus Saif Tak Lagi Mendukung Faida. (Bagian-1)

JEMBER, IndonesiaPos – KH M.Ayyub Saiful Ridjal bin Abdul Chalim Shiddiq pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqi Putri, cucu KH Moh. Shiddiq (mbah Shiddiq) blak blak’an tentang sikap politiknya kepada Bupati Faida didepan IndonesiaPos Sabtu 27 Juni 2020 di tempat favoritnya di Kelurahan Baratan. Rumah Indah Sehat (rumah sakit versi Gus Saif).

Gus Saif mengaku tidak bisa mengelak untuk mendukung Faida Muqiet di Pilkada 2015 lalu, karena statusnya sebagai Ketua Dewan Penasehat sekaligus Pendiri dan Deklarator Partai Nasdem yg mengusung Faida.

“Maka, sebagai bagian dari Nasdem, mau tidak mau harus ikut patuh terhadap perintah partai untuk memenangkan paslon” ujarnya. Sabtu, (27/6/2020)

Lebih lebih, ketika itu lawan Faida di Pilkada kala itu adalah Sugiarto. Mantan Sekda yang pernah menyampaikan kalimat di forum DPRD bahwa “Pasar Tanjung bukan Pasar Tradisional” sebagai alibinya untuk mengelak  dari tuduhan pelanggaran Perbup dalam pendirian Giant Talangsari. Kalimat tersebut bagi Gus Saif, adalah kebohongan besar dari sosok Pak Giek yang sangat menyakitkan.

Sebagai informasi, Tahun 2013 lalu Gus Saif menolak pendirian Giant Talangsari yang dibangun tepat didepan pondok pesantrennya dan berjarak tidak lebih dari 500meter dari Pasar Tanjung. Pasar Tradisonal terbesar di Jember. Faktor jarak tersebut menyalahi Peraturan Bupati ttg pendirian Toko Modern Berjaringan di Jember yang mewajibkan berjarak minimal 1000 meter dari pasar tradisional.

“Mengapa sekarang tidak lagi mendukung Faida Gus ?” tanya IndonesiaPos.

“Pertama, saya sudah mundur dari Partai Nasdem” ujarnya.

“Berikutnya, bagaimana saya bisa mendukung Bupati yang jelas jelas telah merusak tatanan negara yang sudah dengan susah payah dibangun dan dipertahankan oleh nenek moyang kita ? aturan serta etika bernegara ini sudah berlaku sejak negara ini diproklamasikan” sambungnya dengan nada meninggi.

“Asal tahu saja ya, kakek saya, abah saya, paman-paman saya, telah berdarah-darah berjuang demi keutuhan NKRI tercinta.

Bahkan kalimat Pancasila Final & NKRI Harga Mati itu adalah kalimat paman saya” tuturnya 

Gus Saif terlihat begitu emosional bercerita tentang apa yang sudah dilakukan oleh pendahulunya.

“Jadi, saya gak terima Jember ini diacak acak oleh anak kemarin sore yang merasa dirinya paling pinter. Semuanya apa kata dia. Legislatif gak dihormati. Birokrasi diorat arit. Mendagri, Gubernur dilecehkan. Bahkan saya dengar, Bawaslu dan KASN sampek digugat. DPD RI dituduh overlaping. Pendopo jadi seperti kerajaan. Hanya Bupati dan segelintir orang kepercayaannya yang mengatur Jember. Pemerintahan cap apa ini ?” sambungnya.

Banyak orang beranggapan kekritisan kelompok Gus Saif ini hanya karna tidak mendapatkan bagian proyek. Bagaimana Gus ?

“Alhamdulilllaaah…..terimakasih telah bertanya tentang itu mas” jawab Gus Saif spontan.

“Perlu sampeyan tahu ya, bahwa Pondok saya itu, sengaja tidak saya urus SK Menkumhamnya. Agar saya tidak gampang membuat proposal. Agar saya tidak pernah bergantung kepada bantuan pemerintah. Apalagi bergantung kepada sekelas Bupati” ujarnya seperti membentak.

“Dan, saya itu gak punya CV, saya ini pengasuh pondok pesantren, masak saya minta proyek ?” 

“Dan, mumpung sampeyan bertanya, saya ceritakan sekalian apa adanya. Saya memang pernah menerima fasilitas dari Faida. Yang pertama, dia menggratiskan biaya pengobatan istri saya saat berobat di Bina Sehat sejumlah 9 juta. Berikutnya menjelang lebaran, saya nerima amplop berlogo Pemkab bertuliskan Bupati yang didalamnya ada uangnya 5juta tunai plus sebuah sarung. Tapi sarungnya bukan BHS loh ya” ujarnya sambil menunjukkan sarung BHS yang dipakainya.

“Itu saja. Jadi totalnya 14 juta. Dan kalau perlu, saya akan kembalikan uang tersebut” pungkas Gus Saif.

IndonesiaPos sebenarnya ingin meneruskan wawancara ini lebih panjang, tetapi Gus Saif sudah tak lagi fokus karna melayani tamu tamu lain yang datang silih berganti. (Kus)

(Bersambung)

BERITA TERKINI