JEMBER, IndonesiaPos
Kepala kejaksaan Negeri (Kajari)Jember, Prima Idwan Marisa secara pribadi meminta maaf kepada masyarakat Jember yang merasa tersinggung atas sikap institusi Kejaksaan yang dianggap terlalu masuk dalam persoalan internal birokrasi.
Kepada sejumlah media saat ditemui di kantornya menyatakan bahwa dirinya hanya menginginkan suasana kondusif di Jember.,” Saya hanya ingin kondusif, sebab kami sebagai lembaga vertikal sedih dengan situasi ini,” ungkapnya.
Karena itu lanjut Prima, dirinya berinisiatif mencari solusi untuk membantu mencarikan jalan terbaik.”terkait kedatangan bupati dan rombongannya pada saat itu, saya tidak pernah mengundang. Seharusnya lebih elegan, kalau masalah perdata dan tun urusannya melalui surat menyurat. Tidak perlu Hadir,” tuturnya.
Karena itulah secara pribadi dirinya meminta maaf kepada masyarakat Jember,” Sudah saya sampaikan permintaan maaf secara pribadi bahkan kasi datun minta maaf sacara pribadi beliau belum baca, belum dibuka,” tambahnya.
Sebelumnya, Kumpulan aktivis yang tergabung dalam Gerakan Reformasi Jember (GRJ) berunjukrasa di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember pada Senin, 21 Desember 2020. Massa aksi menuding kejaksaan telah bermain-main dalam ranah politik dan menjadi alat tekan untuk kepentingan Bupati Jember Faida.
GRJ mendesak agar Komisi Kejaksaan memeriksa seluruh jaksa di Kejari Jember guna membongkar dugaan konspirasi yang mengarah pada penyalahgunaan wewenang selaku aparat penegak hukum dan penyimpangan fungsi kelembagaan.
“Kejaksaan telah menipu rakyat dengan statement tidak ada kejujuran disitu. Dua kali dilakukan masuk ke dalam politik,” teriak Kustiono Musri, Koordinator GRJ saat berorasi.
GRJ mencatat dua kejadian sebagai indikasi kuat sebagai petunjuk keterlibatan kejaksaan dalam persoalan-persoalan politik. Hal ini dirasa bisa menjadi bahan bagi Komisi Kejaksaan untuk melakukan pengusutan.
Pertama, peristiwa pertemuan Kajari Jember Prima Idwan Mariza berikut sejumlah jaksa dengan Bupati Faida dengan alasan secara virtual memantau protokol kesehatan dalam proses persidangan, pada Kamis, 25 Juni 2020 silam.
“Tapi ternyata bukan, pertemuan itu sejatinya ada maksud kejaksaan mengintervensi pembahasan APBD. Siangnya ada fasilitasi dengan Pemprov, sorenya Kajari mengundang Ketua DPRD,” lanjut Kustiono.
Bahkan dirinya memperoleh pengakuan dari Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi yang terbit tanggal 26 Juni 2020.
Kala itu Itqon mengatakan bahwa dirinya diundang kejaksaan agar bertemu dengan Bupati Faida untuk membicarakan kelanjutan nasib macetnya pembahasan rancangan APBD Jember 2020. Namun, Itqon menolak karena dalam forum resmi yang difasilitasi Pemprov Jawa Timur bertempat di kantor Bakorwil V Jember, justru Bupati Faida tidak mengambil keputusan.
“Saya tidak mau nanti (jika hadir ke kejaksaan) dianggap plin plan. Pas gimana DPRD dibilang masyarakat sudah masuk angin?,” tegas Itqon ketika itu.
Menurut Kustiono, indikasi kuat konspirasi karena dasar yang dipakai hanya berupa surat pengaduan dari pengacara bernama Mohamad Husni Thamrin melalui yayasan pendidikannya, tapi disisi lain yang bersangkutan pernah menjadi tim sukses Bupati Faida.
Bahkan, sedang menjadi kuasa hukum seorang warga bernama Slamet Mintoyo selaku penggugat DPRD ke pengadilan, serta perkara bagi orang dekat Bupati Faida seperti eks Kepala BPKAD Penny Artha Medya, maupun Camat Tanggul Muhamad Ghozali yang terlibat kampanye pencalonan jelang Pilkada untuk atasannya tersebut.
Kedua, adanya pertemuan di kejaksaan yang diinisiasi oleh Bupati Faida untuk mengundang Wakil Bupati KH Abdul Muqit Arief dengan melibatkan serta Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) yakni jaksa Agus Taufikurrahman, dosen Fakultas Hukum Universitas Jember Yusuf Adiwibowo, serta Pejabat Pemkab Jember seperti Yessiana Arifa, Yuliana Harimurti, Sri Laksmi, dan Deni Irawan pada Senin, tanggal 14 Desember 2020.
Pada waktu itu Pihak kejaksaan menyampaikan kepada media tujuan pertemuan adalah membahas masalah administrasi aset dan sejumlah perkara sengketa tanah antara Pemkab Jember dengan warga lantaran Bupati Faida segera berakhir masa jabatannya.
Namun kenyataannya, klarifikasi kejaksaan sangat kontras dengan fakta lain dari pengakuan Wabup Muqit. Dirinya mengaku tidak kuat lagi menahan beban psikologis, sehingga ia nekat bicara terbuka blak-blakan pada Jum’at 16 Desember 2020.
Memang Wabup Muqit telah bercerita terbuka, seluruh pembicaraan di ruang kejaksaan justru mengarah pada tujuan untuk menyalahkan kebijakannya saat menjabat Plt Bupati Jember yang menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan khusus Mendagri dan intruksi Gubernur Jawa Timur.
Dirinya Ditertawai Pejabat, Disalahkan Jaksa, dan Diancam Pidana’ dan beberapa laporan lainnya. “Di ruang kejaksaan terjadi intimidasi. Kami juga punya bukti chating-an dari Kasi Datun kepada Wabup Kiai Muqit yang tidak bisa jaksa mengelak tidak bicara tentang KSOTK (Kedudukan, Struktur, Organisasi, dan Tata Kerja),” tukas Kustiono.