BONDOWOSO, IndonesiaPos
Menanggapi pernyataan dari berbagai aktifis dan akademisi, disejumlah media online, terkait penyusunan Peraturan daerah (Perda) nomor 5 tahun 2020. Bahkan dalam pernyataan itu, Pemerintah dan DPRD menjadi abdi toko moderen, hingga membuat ketua DPRD Bondowoso, H Ahmad Dhafir harus buka suara untuk meluruskan asal muasal perda tersebut.
Menurut Ahmad Dhafir, proses penyusunan Perda itu berdasarkan UU nomor 12 tahun 2011. Itu dilakukan melalui tahap persiapan, perencanaan, perancangan, dan pembahasan rancangan di DPRD. Pada tahap persiapan, pemerinta telah menyiapkan Naskah akademis yang dihasilkan dari penelitian sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Bagi DPRD Kabupaten Bondowoso, kata Ahmad Dhafir, keberadaan Naskah akademik sangat penting sebagai kajian hukum sehingga dapat diketahui landasan suatu peraturan baik secara filosofis, sosiologis maupun yuridis. Sebagaimana ketentuan Pasal 403 UU nomor 23 tahun 2014 dan ketentuan Pasal 56 ayat (2) jo. Pasal 63 Undang-Undang nbomor 12 tahun 2011.
Selain itu, UU nomor 15 Tahun 2019, PP nomor 12 Tahun 2018 serta Permendagri Nomor 80 tahun 2015 sebagaimana diubah dengan permendagri 120 tahun 2018. Yang menyebutkan bahwa dalam penyusunan rancangan perda wajib melibatkan perancang peraturan perundang-undangan dan wajib melampirkan Naskah akademik
“Karena Pentingnya Naskah akademik, DPRD Bondowoso pernah menolak melanjutkan pembahasan Raperda di tahun 2017, tentang perubahan nama kecamatan sempol menjadi kecamatan Ijen. Karena draf Raperda yang diajukan oleh pemerintah daerah tidak dilengkapi dengan Naskah akademik, saat itu hanya disertakan surat penjelasan keterangan,”ungkap Ketua DPRD Bondowoso ini.
Dia menambahkan, Pemerintah dan DPRD dalam merancang sebuah peraturan tidak asal menatapkan bagitu saja. “Penyusunan Perda dilakukan secara terencana, terpadu, dan sistematis. Berdasarkan ketentuan Pasal 33 jo. Pasal 40 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang materi yang akan diatur dan keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya mengenai konsepsi rancangan peraturan daerah,”tegasnya.
Ketua DPC PKB ini mengaku, rumitnya proses penyusunan Naskah Akademik ditambah keterbatasan SDM yang dimiliki oleh pemkab Bondowoso, maka sebelum menyusun Raperda tentang “Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Toko Swalayan dan Pusat Perbelanjaan” terlebih dahulu melakukan kerjasama Fakultas Hukum Universitas Jember untuk menyusun Naskah Akademik.
Semua proses itu juga merupakan tanggung jawab pihak UNEJ sebagai pihak yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah untuk menyusun Naskah Akademik yang telah menggambarkan dengan jelas dampak, perilaku usaha dan konsumen dalam kajian ekonomi mikro dan makro.
Kata Ahmad Dhafir, ketika membaca komentar Hermanto Rohman, S.Sos dosen FISIP Unej Perda nomor 05 2020, merupakan Perda yang Miskin keberpihakan. Padahal, untuk menyusun draf Raperda itu Pemkab menggunakan dasar Naskah Akademik yang sudah disusun oleh DR. Nurul Ghufron, SH, MH. Dari fakultas hukum Unej.
“Berarti, saudara Hermanto Rohman selaku ahli kebijakan publik dari Unej meragukan Kualitas Naskah Akademik yang dibuat oleh DR. Nurul Ghufron,”tegasnya.
Bahkan, ketua DPRD Bondowoso berncana akan mengundang Wakil ketua KPK untuk menyajikan dan membandingkan kajian akademiknya dengan kajian Hermanto Rohma dan Saiful Hoir dalam Forum Diskusi dalam bentuk vidcon atau dengan cara lainnya kajian siapa yang lebih pantas dijadikan dasar untuk membuat peraturan.
“Sehingga nantinya akan terlihat jelas, Naskah Akademik siapa yang dapat dijadikan acuan dalam rancangan Perda, apakah dari Pak Nurul Gufron, atau Hermanto Rohma dan Saiful Hoir,”imbuhnya.