JAKARTA, IndonesiaPos
Jumlah tersangka kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terus bertambah. Berdasarkan data Satgas TPPO, saat ini jumlah tersangka menjadi 532 orang.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan tercatat sejak dibentuk hingga 20 Juni, Satgas menangani sebanyak 456 Laporan Polisi (LP) TPPO.
“Dari ratusan LP yang diterima, Satgas TPPO telah menyelamatkan 1.572 korban,”kata Ramadhan, Kamis (22/6/2023).
Ramadhan mengatakan dari ribuan korban itu, 711 di antaranya merupakan perempuan dewasa dan 86 anak perempuan. Untuk korban laki-laki dewasa mencapai 731 dan anak laki-laki 44 orang.
Modus para tersangka kebanyakan yakni dengan mengiming-imingi bekerja sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau Pekerja Rumah Tangga (PRT).
“Tercatat ada 361 kasus yang terkait modus itu,”tegasnya.
Sedangkan modus dijadikan Pekerja Seks Komersial (PSK) ada di 116 kasus, modus dijadikan Anak Buah Kapal (ABK) ada 6 kasus dan eksploitasi terhadap anak ada 25 kasus.
“Dari ratusan kasus yang diungkap, saat ini sudah ada 83 kasus yang masuk tahap penyelidikan. Kemudian 347 di tahap penyidikan dan berkas sudah lengkap atau P21 ada satu kasus,”tambahnya.
Masyarakat diharapkan tidak mudah tergiur dengan berbagai tawaran bekerja dengan gaji tinggi baik di dalam maupun di luar negeri.
“Harap dipastikan apakah status perusahaan penyalur tenaga kerja yang menawarkan itu resmi atau tidak,”imbuhnya.
Sementara itu, Menteri Sosial Tri Rismaharini menyebut kemiskinan ekstrem merupakan akar dari kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang marak terjadi belakang ini.
Hal itu terindikasi dari sebagian besar korban yang dilatarbelakangi persoalan kemiskinan, terutama di kawasan-kawasan perbatasan.
“Inti TPPO itu rata-rata kemiskinan. Wilayah-wilayah perbatasan itu rata-rata daerah miskin sehingga rentan terjadi TPPO. Kalau kondisi ekonominya baik, mereka tidak mungkin tergiur tawaran pekerjaan tidak jelas atau migrasi,” ujar Risma melalui keterangan resmi, Kamis (22/6/2023).
Menurutnya, Kememsos berupaya menuntaskan persoalan tersebut dengan melakukan penguatan kemandirian dan kesejahteraan di masyarakat. Langkah itu diambil lantaran akar masalah TPPO yakni kemiskinan menjadi tugas pokok dan fungsi Kemensos.
“Dalam kasus TPPO, Kemensos tidak memiliki kewenangan dalam penindakan. Namun, penanganan kemiskinan sebagai akar masalah ada di kami. Jadi bukan kenapa Kemensos terlihat menguber TPPO. Kami bukan menangani TPPO-nya, tapi kami ingin melindungi korban karena kami yakin korban berangkat pasti dari kemiskinan, dan itu sudah jadi tupoksi kami,”jelas mantan Wali Kota Surabaya itu.