<

Di KTT BRICS, Jokowi Mengajak Semua Kepala Negara Untuk Hormati Hukum Internasional dan HAM

JAKARTA, IndonesiaPos

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi pembicara dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS) yang digelar di Johannesburg, Afrika Selatan. KTT BRICS digelar pada 22–24 Agustus 2023.

Dalam pernyataannya Presiden Jokowi mewakili Indonesia dan juga Ketua ASEAN 2023, menyampaikan pentingnya kolaborasi dan solidaritas negara-negara berkembang menghadapi masalah global.

“Dunia saat ini seakan bergerak tanpa nahkoda, seakan bergerak tanpa kompas yang jelas. Perang dan konflik telah menyebabkan tragedi kemanusiaan, krisis pangan telah mengakibatkan puluhan juta orang jatuh miskin,”ujar Presiden Jokowi di KTT BRICS, Kamis (24/8/2023).

Selain perang dan konflik, sambung Jokowi, masih ada ancaman perubahan iklim yang mengintai umat manusia. Pandemi Covid-19 serta krisis global yang terjadi setelahnya, tidak bisa diatasi hanya beberapa negara.

“Krisis gobal tidak akan bisa selesai kalau kita bekerja sendiri-sendiri atau oleh sekelompok negara saja. Dibutuhkan kolaborasi dan solidaritas bersama untuk mengatasinya,”terang Jokowi.

Jokowi menjelaskan, kehadirannya di KTT BRICS bukan hanya sebagai presiden Indonesia, tetapi juga bentuk solidaritas sebagai sesama pemimpin di negara- negara yang berada di bagian selatan bumi (global south). Negara-negara berkembang tersebut, terang Jokowi, mewakili 85% populasi dunia.

Menurut Jokowi sudah saatnya negara-negara tersebut solid mendorong adanya keadilan atas ketimpangan perekonomian dunia.

Jokowi juga mengingatkan kembali Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Afrika yang pernah digelar di Bandung, Jawa Barat pada 1955.

Negara-negara di kawasan Asia-Afrika juga menyepakati adanya gerakan non-blok pada 1961. Gerakan itu diyakini menjadi sumber kekuatan baru global.

“Kehadiran saya di sini juga didasari keinginan untuk terus menghidupkan spirit Bandung yang masih sangat relevan sampai saat ini, di mana solidaritas, soliditas dan kerja sama antar negara berkembang perlu terus diperkuat,” tutur Jokowi.

Jokowi lantas mengajak semua kepala negara yang hadir untuk konsisten menghormati hukum internasional dan hak asasi manusia (HAM).

Menurutnya kedua hal itu penting dilakukan, di tengah kondisi tatanan ekonomi dunia yang tidak adil dan gap pembangunan yang semakin lebar antara negara maju dan negara berkembang.

“Kita semua melihat tatanan ekonomi dunia saat ini sangat tidak adil, gep pembangunan semakin lebar, rakyat miskin dan kelaparan semakin bertambah dan situasi seperti ini tidak boleh dibiarkan,”terang Jokowi.

Presiden juga mengajak negara-negara berkembang memperjuangkan hak-hak mereka mengingat saat ini masih ada ketimpangan dalam tatanan ekonomi dunia.

Negara berkembang, sambungnya, harus bersatu. Salah satunya dalam melawan diskriminasi perdagangan yang dilakukan negara-negara maju.

Sebelumnya, negara-negara Uni Eropa mengajukan protes terhadap Indonesia yang tengah menerapkan kebijakan penghentian ekspor sejumlah bahan baku yang dibutuhkan negara maju seperti nikel.

Sebab, Indonesia ingin melakukan hilirisasi industri yang diyakini bisa memberikan nilai tambah bagi bahan mentah.

“Diskriminasi perdagangan harus kita tolak. Hilirisasi industri tidak boleh dihalangi. Kita semuanya harus terus menyuarakan kerja sama yang setara dan inklusif,” tuturnya.

BRICS, terang Jokowi, diyakini dapat menjadi bagian terdepan untuk memperjuangkan keadilan pembangunan dan mereformasi tata kelola dunia yang lebih adil bagi negara-negara berkembang.

 

BERITA TERKINI

IndonesiaPos