<

Jangan Biarkan Demokrasi Wafat di Tangan Sengketa

Penulis : M. Riyan Ardilla

Mahasiswa aktif UIN KHAS Jember

Editorial IndonesiaPos

Kesebalan-kesebalan kita pada pemilu mungkin menjadi alasan pembenar untuk tidak melangkahkan kaki ke bilik suara di hari pemilihan. Namun, ia tidak boleh sampai menjadikan kita manusia yang apolitis sama sekali.

Ada ruang-ruang demokrasi yang masih terus bisa kita pakai dan manfaatkan. Misalnya saja dengan terus menyuarakan kritisisme mengenai problem-problem demokrasi yang kita hadapi. Kritik dan diskusi publik soal bermacam cacat aparatur negara harus terus digemakan sebagai lonceng bahwa kita masih ada terus mengawasi denyut demokrasi.

Secara mendasar, kritik tidak hanya berfungsi mendorong perbaikan hidup masyarakat tapi juga mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan yang berkualitas dari penyelenggara negara. Jika meminjam istilah Amartya Sen–peraih nobel bidang ekonomi–dengan demokrasi para pelaksana pemerintahan dapat memperoleh insentif secara politik untuk segera bertindak. Pada akhirnya, sebebal apa pun rezim yang kita hadapi, kritik dan pengawasan harus tetap berjalan. Sebab, kita tidak ingin demokrasi yang kita jalani mati di tangan para begundal-begundal republik.

Demokrasi memang belum sepenuhnya mati. Akan tetapi, tanda-tanda ke arah sana kian kentara. Demokrasi mendekati kematian, salah satunya ketika institusi negara menggunakan kekuasaannya dengan suka-suka, bahkan semena-mena.

Demokrasi terjerembap ke jurang kegelapan, antara lain tatkala hukum disalahgunakan demi kekuasaan dan kekuasaan berada di atas hukum. Saat-saat seperti itulah yang belakangan terjadi di negeri ini. Banyak aksi politik yang dilakukan rezim saat ini bisa disebut menjegal demokrasi.

Gejala terkini bahwa demokrasi terancam mati diperlihatkan secara telanjang oleh pemimpin tertinggi bangsa ini. Dengan dalih yang berubah-ubah, Presiden Jokowi menyatakan cawe-cawe di Pilpres 2024. Kita semua tahu pilpres urusan partai politik dan rakyat. Tidak ada alasan bagi presiden yang masih menguasai sumber daya dan aparatur negara ikut campur, terlebih sampai berpihak pada calon yang satu dan menghalangi calon yang lain. Sikap dan tindakan itu jelas bertentangan dengan demokrasi.

Ia merusak, menjegal, bahkan bisa mengakibatkan demokrasi mati. Kita menikmati demokrasi tidak dengan cuma-cuma. Ia ditebus dengan cucuran keringat dan darah anak-anak bangsa. Karena itu, jangan biarkan siapa pun merusak dan membuatnya mati. Salah satu caranya, tunjukkan bahwa rakyatlah yang berkuasa penuh di pemilu nanti.

Dengan berdemokrasi mestinya masyarakat lebih melek akan ilmu pengetahuan, perkembangan ilmu dan teknologi yang sudah semakin modern sepatutnya diimbangkan dengan wawasan pada setiap masyarakat dalam suatu negara, khususnya Indonesia. Kebanyakan kita sebagai masyarakat Indonesia hanya mengetahui demokrasi karena adanya pemilihan umum (Pemilu).

Memang betul dengan adanya pemilu dalam suatu negara tersebut bisa dikatakan sebagai negara yang menganut sistem demokrasi. Tetapi fungsi demokrasi bukan hanya sekedar pemilu saja, karena esensi dari berdemokrasi itu sendiri masih sangatlah luas. Kita harus pintar dalam memahami, mengkaji, kemudian mengkoreksi mengenai system pemerintahan bernegara di Indonesia, jangan sampai karena sifat apatis kita terhadap bangsa sendiri menjadi boomerang untuk rakyat kita sendiri. Kemiskinan, kebodohan tidak akan ada habisnya jika kita hanya memilih untuk tidak ngapa-ngapain dalam artian tidak mau ikut campur dalam urusan bernegara. Dan penekanan terhadap rakyat agar tidak ikut campur sudah lama dilakukan di negara kita, seakan-akan para pemegang kekuasaan sudah men-skenariokan semuanya demi langgengnya kepentingan dan kursi tahta.

Sungguh miris dan tidak terhitung berapa banyak konflik yang terjadi di negara sendiri dengan orang kita sendiri. Jika kondisi Indonesia masih seperti ini di tahun-tahun ke depan, maka demokrasi pun bukan menjadi solusi kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Karena sesungguhnya solusinya adalah terciptanya kesadaran bagi setiap masyarakat Indonesia untuk mengetahui fungsinya sebagai masyarakat di negaranya sendiri, padahal demokrasi bukan tujuan tetapi cara untuk mencapai tujuan bersama. Indonesia terbentuk bukan dikarenakan faktor kebetulan semata, melainkan sebuah cita-cita bersama  seluruh element masyarakat yang ingin hidup dengan merdeka dan bebas dari penjajahan bangsa lain.

 

BERITA TERKINI