Gelombang “Penyelundupan” Pengungsi Rohingya Di Aceh Patut Dicurigai
JAKARTA, IndonesiaPos
Indonesia dinilai terjebak dilema antara melakukan tindakan kemanusiaan dan menjaga keamanan setelah Presiden Joko Widodo menyebut dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam gelombang pengungsi Rohingya di Aceh. Apa yang bisa dilakukan saat kebencian masyarakat kian kuat akibat hoaks, hal itu patu dicurigai.
Pengamat hubungan internasional dari UIN Jakarta, Mutiara Pertiwi, mengatakan pemerintah Indonesia harus mencari jalan tengah karena dilema memang akan terus membayangi negara yang menjadi tujuan maupun tempat transit para pengungsi.
“Sebenarnya ini tidak hanya di pengungsi Rohingya. Kecurigaan ada kelindan antara sindikat penyelundupan dan jalur migrasi pencari suaka ini memang menjadi dilema di semua tempat transit maupun destinasi suaka,” ujar Mutiara kepada wartawan. Senin, (11/12/2023)
Anggota Human Rights Resource for ASEAN, Rafendi Djamin ini, juga menegaskan pemerintah mau tak mau harus menangani pengungsi yang sudah menginjakkan kaki di Aceh karena Indonesia juga terikat dengan norma-norma internasional.
Meski demikian, Indonesia juga harus menjaga keamanan dari sindikat penyelundup manusia. Namun, karena sindikat penyelundup bekerja lintas perbatasan, maka penyelesaiannya pun harus dilakukan dengan kerja sama regional, terutama ASEAN.
Dilema pemerintah dalam pernyataan perdana Jokowi
Isu penyelundupan manusia ini kembali menjadi sorotan setelah Presiden Jokowi menyebutnya secara spesifik dalam pidato pada Jumat (08/12) – dua hari sebelum sekitar 400 pengungsi Rohingya menambah gelombang kedatangan etnis tersebut di Aceh sebulan terakhir.
“Terdapat dugaan kuat keterlibatan jaringan tindak pidana perdagangan orang TPPO dalam arus pengungsian ini. Pemerintah akan menindak tegas pelaku TPPO dan bantuan kemanusiaan sementara kepada pengungsi akan diberikan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat lokal,” ujar Jokowi pada Jumat (08/12).
Dalam pernyataan tersebut, Jokowi menyentuh tiga aspek penting dalam penanganan masalah Rohingya: mementingkan keamanan dengan memberantas tindak pidana perdagangan orang (TPPO), tapi juga memberikan bantuan kemanusiaan terhadap Rohingya di tengah penolakan warga lokal.