JAKARTA, IndonesiaPos
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materiil Undang Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) di gedung MK, Jakarta, Senin (18/5/2020).
Dalam sidang uji materiil dipimpin Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, pemohon Aristides Verissimo de Sausa Mota menyampaikan alasan uji materiil undang-undang tersebut.
“Pemilihan umum 2019 telah menyebabkan jatuhnya korban jiwa, berdasarkan informasi dari media online, cnnindonesia.com itu sekitar 554 orang menjadi korban baik dari KPPS, Panwas, dan Polisi,” kata Aristides, Senin (18/5/2020).
Aris menyatakan, banyaknya korban jiwa bukan karena pelaksanaan pemilu serentak melainkan lebih kepada metode yang dipilih.
Pertama, kata dia, rumitnya metode digunakan untuk memilih anggota DPR-RI itu tidak menggunakan sistem distrik sebagaimana diamanatkan dalam pasal 68 undang-undang tersebut.
“Metode pemilihan yang rumit ini kemudian akan berlanjut seperti calon tidak dikenal masyarakat, wilayah kampanye terlalu luas dan biaya kampanye terlalu besar sehingga menimbulkan beberapa implikasi,” ujar Aris.
Kedua, lanjutnya, metode penghitungan suara menjadi rumit dengan penghitungan dilakukan dari malam hingga pagi hari yang dilakukan petugas KPPS.
Selain itu, Ia mempermasalahkan, pengadaan kertas suara yang mahal dengan kertas suara sebesar sebuah koran. Padahal, menurutnya, kertas suara tidak seharusnya sebesar itu.
Kemudian, luas wilayah dalam pemilu 2019 juga dikritisi.
“Harus ada penyederhanaan dalam sistemnya, kami berharap pesta demokrasi pemilu 2019 yang telah menjadi bencana demokrasi tidak terulang,” ujarnya.
Menanggapi alasan permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Arief Hidayat meminta, pemohon Aristidea untuk memperbaiki permohonan.
“Uraian yang anda sampaikan, itu peristiwa-peristiwa kongkret yang tidak berkaitan dengan pertentangan dengan UUD 1945,” tegasnya.