<

Banyak Pengaduan Masyarakat Via Medsos, Kapolri Instruksikan Polda Jajaran Agar Merespons

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo memberikan keterangan ke media capaian vaksinasi COVID-19 usai meninjau pelaksanaan vaksinasi massal di Desa Langgea, Kecamatan Ranomeeto, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Rabu (15/12/2021). Kapolri melakukan pemantauan pelaksanaan vaksin COVID-19 di Konawe Selatan dan menyampaikan sampai saat ini capaian vaksin COVID-19 secara nasional tercapai 45 persen. ANTARA FOTO/Jojon./hp.

JAKARTA, IndonesiaPos

Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyoroti rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat atas berbagai peristiwa yang melibatkan kepolisian.

Bahkan, Listyo tidak segan mengatakan, analisis emosional masyarakat di media sosial menunjukkan dominasi dengan anggapan negatif hingga ada yang merasa jijik terhadap anggota Kepolisian.

Kata dia, mengacu pada analisis emosional para pengguna berbagai platform medsos di internet, dan tingkat kepercayaan publik terhadap Polri cuma 10 persen.

“Muncul analisa media sosial terhadap berbagai macam peristiwa yang berkembang, yang di-upload di media sosial terhadap Polri. Ada yang netral, ada bersifat antisipasi, ada yang berbentuk trust atau percaya, ada juga yang berbentuk anger (marah), disgust, artinya jijik. Takut, surpraise, senang, dan kemudian sedih,” kata Listyo.

Listyo menyampaikan hasil analisis tersebut di hadapan para anggota Polri. Tepatnya, saat Listyo memberikan arahan langsung pada forum rapat kordinasi analisis dan evaluasi Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri di Yogyakarta, Jumat (17/12/2021).

BACA JUGA :

Arahan Kapolri tersebut, disiarkan lewat kanal YouTube Polri, Jumat (17/12/2021). Dalam forum tersebut, Listyo tidak menyampaikan lengkap persentase analisis emosional masyarakat di medsos terhadap Polri tersebut.

Tetapi, Listyo meyakini, analisis emosional di medsos adalah gambaran dari realita, penilaian, dan anggapan publik terhadap kehadiran Polri.

“Ini tentunya menjadi tugas bagi kita semua. Ini adalah beragam persepsi dari masyarakat, karena memang saat ini adalah dunia media sosial dengan pemanfaatan teknologi informasi. Mau tidak mau, kita, tetap terus mengikuti perkembangan dari media sosial ini,” kata Listyo.

Listyo menyatakan, analisis emosional tentang Polri di ragam medsos, tentunya harus menjadi peringatan serius bagi seluruh anggota Polri. Itu sebabnya, Listyo mengatakan, agar setiap anggota Polri, mengintrospeksi diri atas perannya sebagai pelayan masyarakat.

“Tentunya dari angka-angka yang ada ini, harapan kita bagaimana kemudian, warna kuning, terkait dengan trust yang saat ini hanya 10 persen ini, bisa kita tingkatkan. Yang warna merah, dan warna ungu, serta warna abu-abu ini, bisa kita kecilkan,” tegas Listyo.

Warna-warna yang dimaksud Listyo adalah kategori negatif dari analisis emosional terhadap Polri. “Kalau yang merah membesar, ungu membesar, yang abu-abu membesar, tentu, kemudian harus melihat lagi ke dalam, apa yang terjadi dengan kita (Polri),” kata Listyo.

Listyo pun menegaskan, agar para anggota Polri sensitif terhadap penyelesaian isu-isu yang dimunculkan di medsos. Sebab, kata dia, itu semua akan berdampak pada penilaian publik terhadap Polri.

Listyo mencontohkan, beberapa isu yang kerap menjadi bagian dari penilaian publik terhadap Polri. Seperti, kata dia, kasus kasus yang beririsan dengan asusila dan seksualitas, dan kepekaan terhadap gender.“Ini biasanya yang menjadi perhatian,” tegas Listyo.

Kapolri menginstruksikan seluruh Polisi Daerah (Polda) untuk selalu merespons pengaduan masyarakat yang dilaporkan via media sosial (medsos).

Sebab, kata dia, di era digital sekarang ini, masyarakat cenderung mengadukan sesuatu kepada aparat via medsos.Tapi, itu menjadi masalah karena tidak semua jajaran Kepolisian Daerah responsif dalam menanggapi pengaduan tersebut.

“Saya sendiri (sebagai Kapolri), setiap harinya ada empat sampai lima laporan yang masuk ke akun media sosial saya,” kata Listyo di Yogyakarta.

Listyo juga menyoroti, pengaduan-pengaduan tersebut sebetulnya ada di ranah Polda, ataupun Polres.Bahkan, kata dia, banyak kasus di tingkat Polsek.

Listyo mengatakan, laporan yang mampir ke medsosnya itu, juga tidak mungkin semua dapat ditangani langsung sampai di level Mabes Polri. Karena itu, pengaduan maupun pelaporan tersebut kerap dia serahkan ke jajaran Kepolisian di daerah untuk ditindaklanjuti ataupun direspons.

Namun, dikatakan Sigit, untuk memudahkan pelaporan via medsos, pengaduan masyarakat tersebut seharusnya bisa mendapatkan respons yang lebih cepat di level polda ataupun polres, juga di polsek-polsek.

“Tolong dicek dumas (pengaduan masyarakat) di polres, polda, bisa berjalan dengan baik. Peristiwa di polres dan polsek, lapornya ke kapolri. Tentunya mau tidak mau. Tolong bantu saya, tolong cek, bagaimana sistem pengaduan masyarakat di level polres dan polsek ini,” kata Sigit.

Menurut Sigit, pelaporan ke medsosnya itu menunjukkan adanya persoalan yang buntu antara masyarakat dan kepolisian di daerah. Kondisi tersebut yang membuat masyarakat lebih memanfaatkan akun medsos kapolri untuk pelaporan atau sekadar pengaduan.

“Ada sumbatan komunikasi yang tidak terjawab. Seperti laporan masuk yang tidak direspons, atau ada sistem tidak mau menerima laporan. Tolong cek bagaimana sistem pengaduan di polres dan polsek ini,”imbuh Sigit.

BERITA TERKINI