<

Bareskrim Polri Berhasil Tangkap Pelaku Penyiraman Novel Baswedan

JAKARTA, IndonesiaPos

Akhirnya Bareskrim Polri menangkap tersangka kasus penyiraman mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Dua tahun setengah sudah kasus penyiraman air keras Novel hanya digulirkan dalam investigasi, dan tidak ada penindakan secara cepat. Sebab, kasus itu terjadi di tahun 2017.

Peneliti Human Rights Working Group (HRWG), Rafendi Djamin menyatakan pengusutan kasus ini harus betul betul tuntas sampai ke akar. Dia menegaskan, penangkapan dua tersangka saat ini jangan sampai hanya “pasang badan.”

“Maksudnya, pasang badan gini, yang ditangkap benar. Tapi, dia (tersangka) bilang ya sudah, sampai di saya saja, enggak akan kemana-mana. Begitu misalnya,” kata Rafendi di Jakarta, Jumat (27/12/2019) malam.

Padahal, baru kemarin, Kamis (26/12/2019) pembungkaman dilakukan Mneteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD saat ditanyai kapan pemerintah dapat mengungkap kasus Novel Baswedan, tentu mengungkap para tersangka. Mahfud sama sekali tidak memberikan jawaban saat konferensi pers Refleksi Tahunan Kemenko Polhukam 2019.

Rafendi memberikan contoh kasus terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Indonesia, dan itu hanya menghadirkan pelaku tanpa mengungkap dalang pembunuhan. Dia menyebutkan kasus pembunuhan aktivis Munir yang terjadi di Romania, tahun 2004.

“Sama seperti Polycarpus. Polycarpus kan, pasang badan. Dia rela ditahan sampai berpuluh puluh tahun. Dia enggak buka kok, siapa perintah di atasnya. Itu kan namanya pasang badan, nah sekarang kan (Polycarpus) sudah bebas,” ujar dia.

Novel Baswedan, kata dia, memiliki banyak musuh juga dari kepolisian. Sementara, penegakan hukum harus dilakukan guna hak asasi manusia tetap diterima oleh seluruh Warga Negara Indonesia (WNI).

“Ini kan, sudah agak berlarut larut (kasus Novel, red), yang kita tahu bahwa terlalu banyak musuhnya si Novel di Polisi. Jadi, upaya upaya yang dilakukan oleh Polisi itu akan mentok !,” ucap Rafendi dengan nada agak tinggi.

Kehadiran Tim Investigasi Polri terkait penyiraman air keras Novel Baswedan, juga dikatakannya tidaklah sangat independen. Menurutnya, pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan terbilang sulit diungkap, apalagi dalam waktu dekat.

Penyiraman air keras oleh orang tak dikenal terhadap Novel Baswedan terjadi di depan rumah Novel di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Senin, 17 April 2017 silam. Hampir tiga tahun tidak diungkap, padahal banyak kasus dugaan terorisme kerap kali sangat cepat diungkap oleh kepolisian.

“Ini memang suatu kasus yang sulit, bahwasanya sekarang penyiram ditangkap, tapi kok sekarang tiba tiba sekarang tertangkap. Malah jadi pertanyaan,” terang dia.

“Kalau sudah seperti ini, terlalu banyak nanti akan ada teori teori, ‘ah, nanti pasti masih banyak yang pasang badan.’ Kayaknya aman nih, pasti akan ada teori seperti itu, tapi kita tidak tahu itu akan gimana,” sambung dia.

Kepala Bareskrim Polri, Komjen Listyo Sigit Prabowo mengatakan penangkapan dua tersangka kasus penyiraman Novel Baswedan dilakukan , Kamis (26/12/2019) malam. Dia menerangkan, tim teknis Polri bekerja sama dengan Satkor Brimob mengamankan pelaku yang diduga telah melakukan penyerangan kepada Novel Baswedan (NB).

“Pelaku dua orang. Inisial RM dan RB,” kata Listyo saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Juat (27/12/2019).

Selain itu, Listyo juga menjawab pertanyaan status dua tersangka yang disebutnya anggota Polisi. “Polri aktif,” terang Listyo.

Rafendi kembali menegaskan perihal pengungkapan tersangka kasus penyiraman Novel ini. Apalagi, melibatkan anggota Kepolisian.

“Intinya, pasti ada perintah. Tidak mungkin sebuah inisiatif, pasti ada dari kalangan tinggi. Secara teoritis gitu. Tapi Polri harus buktikan, bahwa ini bukan rekayasa. Publik pasti akan melihat ini adalah sebuah pasang badan teori,” tegas Rafendi.

BERITA TERKINI