JAKARTA, IndonesiaPos – DPR RI tengah mengkaji sejumlah opsi penghematan subsidi energi. Salah satunya dengan hanya mengizinkan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dikonsumsi sepeda motor dan angkutan umum.
Anggota Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga mengatakan, konsumsi BBM bersubsidi harus dikendalikan. Jika tidak, subsidi energi bisa bertambah hampir Rp 200 triliun pada 2022. Kini, subsidi energi Rp 502 triliun dan akan menjadi Rp 698 triliun jika kuota BBM bersubsidi ditambah.
“APBN harus diselamatkan demi kepentingan bangsa,” kata dia dalam diskusi bertajuk ‘Subsidi Untuk Siapa? Menelaah Efektivitas Penggunaan Uang Rakyat’ dikutip Jumat, (2/9/2022).
BACA JUGA ;
DPR tengah membahas beberapa skenario pengendalian subsidi. Skenario itu termasuk pembatasan konsumen, penyesuaian harga, atau kombinasi keduanya.
Data yang diterima DPR, hanya 30 persen BBM bersubsidi dikonsumsi sepeda motor dan angkutan umum. Dengan demikian, subsidi BBM bisa dipangkas 70 persen jika hanya kedua jenis kendaraan itu boleh mengonsumsi.
“Saya kira ini akan lebih dilakukan segera. Pertamina sudah menyatakan sanggup melaksanakan mekanisme ini,” kata dia.
Angkutan umum terdiri dari kendaraan berpelat kuning serta kendaraan untuk taksi dan ojek daring. Untuk kendaraan transportasi daring, mekanisme subsidinya berupa kupon pembelian BBM.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Energi Watch Mamit Setiawan mengatakan, pemerintah mendapat momentum perombakan pola subsidi BBM dan energi secara keseluruhan.
“Harus tahun ini, tahun depan sudah tahun politik. Tidak mungkin ada keputusan-keputusan terkait perubahan penting,” kata dia.
Selama ini, jelas subsidi kontraproduktif. Selain tidak tepat sasaran, juga menjadi mubazir. “Subsidi BBM memperlebar jurang kaya dan miskin. Penikmat terbesarnya orang kaya,” ujarnya.
Selain itu, konsumsi BBM melonjak seiring peningkatan kemacetan di jalan. Artinya, subsidi malah terbakar di jalan.
Hal lain yang disoroti Mamit adalah solar malah dikonsumsi kendaraan pengangkut hasil tambang dan kebun sawit. Padahal, pertambangan dan perkebunan sawit dimiliki orang-orang kaya. “Tata ulang subsidi, harus direformasi,” kata dia.