JAKARTA, IndonesiaPos
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati adalah menteri yang bisa jadi paling pusing akibat merebaknya wabah Covid-19 di Indonesia. Betapa tidak, ia harus mengatur anggaran negara untuk membiayai penanganan Covid-19 baik dari sisi kesehatan maupun dampaknya bagi perekonomian, yang banyak menyedot anggaran negara yang dalam kondisi normal saja, sudah mengalami defisit.
Lalu bagaimana kondisi APBN Indonesia setelah hampir dua bulan wabah virus Corona merajalela? Sampai bulan Maret 2020, pendapatan negara ternyata masih tumbuh positif sebesar 7,75 persen, lebih baik dibandingkan pertumbuhan bulan Februari 2020 yang mengalami kontraksi sebesar 0,5 persen. Data Kementerian Keuangan menunjukkan pendapatan negara dan hibah pada triwulan I tahun ini telah mencapai Rp375,95 triliun.
“Meski demikian pemerintah mewaspadai perkembangan wabah Covid 19 yang akan mempengaruhi pendapatan negara di bulan-bulan selanjutnya. Karena wabah ini baru meluas di Indonesia pada minggu kedua bulan Maret,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (17/4/2020).
Apalagi penyebaran Covid 19 terjadi di daerah-daerah yang selama ini menjadi sumber ekonomi terbesar, seperti DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten. Ditambah lagi dengan pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membuat mobilitas manusia dan aktivitas ekonomi semakin melambat. Menkeu memperkirakan, wabah Covid-19 di wilayah-wilayah itu akan memengaruhi lebih dari 57 persen prospek ekonomi dan kegiatan ekonomi di masyarakat.
Sri Mulyani menjabarkan secara rinci realisasi pendapatan negara yang bersumber dari Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) masing-masing secara nominal telah mencapai Rp279,89 triliun dan Rp95,99 triliun. Sementara itu, realisasi dari Hibah pada periode yang sama baru mencapai Rp0,08 triliun. Penerimaan Perpajakan dan PNBP tumbuh masing-masing sebesar 0,43% dan 37% (yoy).
Sementara itu, secara keseluruhan pertumbuhan komponen penerimaan Pajak hingga akhir bulan Maret 2020 masih bersumber dari pajak atas konsumsi rumah tangga.
“Penerimaan pajak juga masih dibayangi tekanan akibat tren pelemahan industri manufaktur dan aktivitas perdagangan internasional, serta pelemahan aktivitas ekonomi akibat penyebaran Covid-19,” ujar Menkeu.
Dia juga mengatakan seiring adanya aturan terkait Work From Home (WFH) baik untuk sektor pemerintah maupun sektor swasta, mulai terjadi perlambatan kegiatan usaha di akhir bulan Maret 2020 yang berpotensi menekan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) di bulan April 2020.
Kondisi tersebut kemungkinan akan berlanjut dan semakin terkontraksi di bulan Mei, mengingat di bulan April sebagian daerah sudah melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah terdampak.