<

Dana Rp.2,9 Miliar Penyertaan Modal PT Bogem “Jadi Bancakan”

BONDOWOSO, IndonesiaPos

DPRD Bondowoso menduga ada penyimpangan terkait penyertaan modal dari APBD Bondowoso tahun 2019 untuk PT Bondowoso Gemilang (Bogem) sebesar 2,9 miliar.

Ketua Komisi II DPRD Bondowoso, Andi Hermanto menyatakan, dugaan penyimpangan anggaran yang digunakan PT Bogem tercium sudah lama. Namun, baru kali ini terungkap setelah mendapatkan data.

Selain itu, seharusnya penyertaan modal kepada PT Bogem harus ada Perda tersendiri. Sebab, anggaran yang bersumber dari APBD harus diatur dalam Perda. Namun, yang terjadi penyertaan modal itu tidak ada Perdanya.

“Faktanya, walaupun PT Bogem sudah dibaiyai dari APBD sampai sekarang tidak ada hasilnya. Yang namanya pernyataan modal itu ada profit yang diinginkan. Sama seperti penyertaan modal pada Bank Jatim dan PDAM, minimal ada keuntungan yang diharapkan,”ujarnya.

Sejak awal DPR tidak pernah menyetujui dana pernyataan modal kepada PT Bogem. Meski dalam risalah Pansus disebutkan nilai penyertaan mencapai Rp2,9 miliar. Waktu itu Pansus DPRD hanya menyetujui anggaran kurang lebih Rp50 juta untuk pembentukan PT Bogem, bukan untuk penyertaan.

“Ternyata, muncul Rp2,9 milyar setelah ada evaluasi dari Gubernur Jawa Timur tentang pembentukan Perda PT Bogem,”tegasnya.

Andi menambahkan, pengelolaan dana Rp2,9 miliar tersebut hingga saat ini tidak jelas. Sebab, selama ini masih belum ada laporan secara administratif dari PT Bogem kepada komisi II DPRD Bondowoso.

“Komisi II tidak pernah tahu, apakah dana tersebut sudah mendapatkan untung atau rugi. Kalau untuk wujud seperti apa, dan kalau rugi apa indikasinya,”ujarnya.

Informasi yang berkembang, PT Bogem sudah belanja kopi 18 ton. Namun, tidak sesuai dengan peruntukannya. Karena kopi yang dibeli tidak sesuai dengan laporannya.

“Makanya kita hari ini akan melakukan pengecekan ke gudang tempat penyimpanan kopi yang dimaksud, apakah informasi itu benar atau tidak, karena kita mendengar bahwa PT Bogem itu punya kopi 18 ton,”tandasnya.

 PT Bogem punya kopi sebanyak 18 ton greenbean. Namun, setelah melihat secara langsung ternyata bukan kopi greenbean tetapi perricarp kering. Sehingga tidak cocok antara yang dilaporkan dengan fakta yang ada di lapangan.

Yang lebih fatal lagi Komisi II menemukan fakta bahwa gudang PT Bogem itu campur aduk dengan gudang H Sumarhum, ketua kelompok petani kopi yang ada di Sumberwringin dan Sukosari.

“Nah dari fakta ini, Komisi II semakin curiga dan timbul tanda tanya kenapa program  tidak sewa di gudang lain saja agar tidak campur aduk. tadi Pak H Sumarhum menjelaskan, kopi miliknya sudah dikeluarkan dari gudang itu, karena mau dipakai PT Bogem. Ini kan tidak jelas jadinya, Pertanyaannya kopi itu apa benar milik PT Bogem atau milik H Sumarhum,”imbuhnya. (sus)

BERITA TERKINI