BLITAR, IndonesiaPos – Dianggap main hakim sendiri sebuah Perusahaan Finance di Kediri Jawa Timur dilaporkan ke Polres Blitar. Lantaran diduga sering melakukan tindakan melawan hukum yang kerap kali finance menggunakan para Debt collector melakukan tindak kekerasan dan praktik premanisme, tanpa mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
“Jika itu terus dilakukan, maka harus bersiap-siap karena dapat dijerat dengan pasal tindak pidana,”kata Sodikin dari Lembaga Perlindungan konsumen LPKNI.
Sodikin ditunjuk sebagai kuasa hukum korban inisal KSN, warga Desa Gadungan Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar, mengungkapkan kronologi kejadian dari awal.
“Pada bulan Maret lalu kliennya mengalami kendala pembayaran angsuran mobil dikarenakan usahanya terdampak Covid-19. Perusahaan tempatnya bekerja mengalami gagal panen. Kemudian dirinya mengajukan restrukturisasi kepada pihak leasing dalam hal ini Suzuki Finance Indonesia Kediri namun ditolak,”kata Sodikin.
Sodikin lebih lanjut menjelaskan, kemudian pada tanggal 19 Juni 2020, korban ini didatangi pihak Debt collector kurang lebih sebanyak 15 orang. Mereka mengaku ada perintah dari SFI finance untuk menarik unit mobil. Pada saat itu mobil dibawa sopirnya inisial EDR yang sedang melakukan bongkar muatan di gudang milik PT Nusantara Segar Abadi. Namun, rombongan Debt collector tadi mendatangi gudang tempat bongkar muat. Karena sopirnya takut, mobil tidak dibawa pulang, ditinggal di gudang namun dikunci.
Tidak berselang lama, Satpam gudang menghubungi dirinya (KSN) dan memberitahukan bahwa mobil miliknya dibawa dengan cara merusak pintu mobil dan membandrek kunci kontak.
“Dengan kejadian ini kami juga sangat menyayangkan sistem security di perusahaan tersebut, ini seharusnya tidak boleh terjadi, petugas Satpam terkesan ada pembiaran terjadinya tindak pidana perampasan di area pabrik,” ungkap Sodikin
Karena merasa dirugikan, KSN didampingi Sodikin (LPKNI) melaporkannya kejadian ini ke Polres Blitar. KSN menceritakan seluruh kronologi kejadian di ruang Unit II Sat Reskrim pada Selasa (23/6/2020) siang.
Berdasarkan aturan baru, tambah Sodikin, penerima hak fidusia (kreditur) atau leasing tidak boleh melakukan eksekusi sendiri, melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri sesuai dengan Putusan MK Nomor 18/PPU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020.
Kasus nasabah akan disidangkan terlebih dahulu dan pengadilan akan mengeluarkan surat keputusan untuk menyita kendaraan nasabah tersebut.
“Tindakan pihak leasing melalui Debt collector/penagih hutang yang mengambil secara paksa kendaraan di rumah, merupakan tindak pidana pencurian. Dan jika pengambilan dilakukan di jalan, merupakan tindak pidana perampasan,”katanya. (Lina)