<

Dinilai Memiliki Sejarah, Anies-Imin Pilih Deklarasi di Surabaya

SURABAYA, IndonesiaPos

Surabaya menjadi tempat deklarasi bacapres dan bacawapres Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar pada Sabtu, (2/9/2023). Yang digelar di Hotel Majapahit yang dulunya bernama Hotel Yamato.

“Itu (deklarasi Anies-Cak Imin) sudah pas di Surabaya yang kaya akan sejarah perjuangan dalam perjalanan bangsa Indonesia,”ujar juru bicara Anies, Marco Kusumawijaya.

Marco berharap, pemilihan Surabaya dan Hotel Majapahit sebagai lokasi deklarasi akan membawa semangat baru. Sehingga membawa pesan dari tujuan berdirinya Indonesia, yang kerap disampaikan oleh Anies.

Anies, kata Marco, kerap menyebut tujuan berdirinya Republik Indonesia bukan sekedar menggulung kolonialisme. Tetapi juga menggelar keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Harapannya ini (menggelar keadilan dan kesejahteraan) bisa kita pegang dan ikhtiarkan bersama-sama di bawah kepemimpinan Anies-Cak Imin ke depan,”bebernya.

Kota Surabaya Salah sebagai satu peristiwa legendaris dalam rangka kemerdekaan Republik Indonesia yaitu pertempuran tiga hari di Surabaya, Jawa Timur.

Saat itu Indonesia baru saja menginjak usia 72 hari. Arek-arek Suroboyo pada waktu itu melakukan perlawanan kepada pasukan Inggris.

Lebih tepatnya pada 28 hingga 30 Oktober 1945, terjadilah peristiwa bergelimang darah. Peristiwa tiga hari tersebut memicu pertempuran 10 November yang diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Pada 27 Oktober 1945, pasukan Inggris menyenggol emosi masyarakat Surabaya. Selebaran yang berisi kalimat provokatif tersebar dari langit.

Isi kalimat tersebut ialah Inggris akan menembak mati setiap orang Surabaya yang membawa senjata. Pasukan Inggris datang ke Surabaya untuk melucuti senjata tentara Jepang dan mengubah Indonesia menjadi Hindia Belanda kembali. Inggris ingin membuat Indonesia berada di bawah NICA (Netherlands Indies Civil Administration).

Pertempuran Surabaya terjadi selama 21 hari. Langit Surabaya berubah menjadi kelabu karena ledakan yang terjadi.

Terdapat 20 ribu personel TKR dan 100 ribu orang sipil yang ikut membantu dalam perang tersebut.

Relawan tersebut terdiri dari masyarakat yang berasal dari Madura, Bali, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.

Arek-arek Suroboyo dengan perlengkapan seadanya berperang melawan pasukan Inggris yang memiliki teknologi lebih canggih dari mereka. Meski bukan kemenangan yang mereka dapatkan, usaha itu patut kita kenang.

 

BERITA TERKINI