<

Dinilai Tertutup, Sejumlah Aktivis Jember Sepakat Akan Gugat KPUD dan Bawaslu

JEMBER, IndonesiaPos – Pasca pertemuan sejumlah aktifis Jember bersama Pansus Pilkada DPRD dengan KPUD dan Bawaslu Jember Kamis (10/7) siang dikantor dewan, sejumlah aktifis sepakat untuk mengambil jalur hukum melalui Pengadilan terhadap penyelenggara pemilu yang dinilai tidak menjalankan prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik.

Selain tidak transparan, para aktivis berpendapat bahwa kinerja KPU dan Bawaslu Jember dianggap tidak profesional. Menurut Slamet Riyadi, ketua LSM Kuda Putih Jember, dilapangan banyak persoalan terkait verifikasi faktual (verfak) yang dikomplain masyarakat. Termasuk adanya temuan dari PDI Perjuangan soal pernyataan dukungan dari 26 orang penyelenggara pemilu. Berdasarkan pemeriksaan oleh KPUD, masing-masing yang bersangkutan mengaku tidak pernah menandatangani surat dukungan terhadap pencalonan Faida sebagai pasangan calon yang mendaftar lewat Calon Independen. 

Hal ini disampaikan Slamet saat melakukan klarifikasi dengan KPU dan Bawaslu terkait persoalan tupoksi KPU selaku penyelenggara pemilu dan Bawaslu selaku lembaga pengawas pemilu yang tidak mencerminkan sikap profesionalisme terutama persoalan verfak.

BACA JUGA : Kades Berpolitik Dukung Petahana Dilaporkan Bawaslu Jember

“Sudah jelas ada pencatutan 26 orang penyelenggara KPU yang namanya dimasukkan dalam dukungan calon Independent dan tidak mereka akui,  namun hingga kini tidak jelas, apa tindakan yang diambil KPU maupun Bawaslu, “ujarnya. 

Jika mengacu pada KUHP, menurut Slamet, kasus tersebut jelas melanggar pasal 263 dan 266 tentang pemalsuan data. Dan hal itu mestinya dilaporkan ke aparat Penegak Hukum sebagai efek jera kepada siapapun yang melakukan pemalsuan data.

” KPU maupun Bawaslu seharusnya sudah paham dalam persoalan tersebut, meski mereka beralasan bahwa kasus tersebut bukan ranah mereka dan mengembalikan persoalan tersebut ke masing-masing personal,”ungkapnya.

BACA JUGA : 2 Kali Mangkir Panggilan, Bawaslu Malah Hentikan Kasus Bupati Faida

Namun dengan kesan pembiaran terkait persoalan tersebut, maka dikhawatirkan bisa menjadi preseden buruk pada jalannya pilkada kedepan dan menimbulkan kecurigaan publik terhadap kinerja KPU maupun Bawaslu.

Hal senada diungkapkan pula oleh Miftahu Rahman, Ketua LSM PIKET NOL. Menurut Cak Memet,  sapaan akrab Miftahul Rahman, sama sekali tidak ada niatan dari semua aktifis yang ikut audensi dengan KPU dan Bawaslu tersebut untuk menjegal atau menjatuhkan seseorang. Semua demi terciptanya pilkada Jember yang transparan dan sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.

“Kita akan respect terhadap siapapun yang akan jadi bupati mendatang,  namun, semuanya harus sesuai dengan tahapan dan proses yang benar dan transparan, “ujarnya. 

Untuk mencapai itu lanjut Memet, maka perlu peran serta dari semua elemen masyarakat untuk mengawal jalannya tahapan pilkada mendatang. 

BACA JUGA : Bupati Faida 2 Kali Mangkir Abaikan Panggilan Bawaslu

“Kita sebenarnya ingin mambantu penyelenggara pemilu untuk menjalankan tahapan sesuai dengan aturan. Terutama masalah transparansi publik, “lanjutnya. 

Sebab hal transparansi publik sifatnya wajib dan diatur oleh undang-undang. Namun kendalanya ungkap Memet, ternyata hingga kini KPU dan Bawaslu sepertinya enggan membuka data yang dibutuhkan oleh elemen masyarakat seperti data Sistem Informasi Pencalonan (Silon) dari calon perseorangan yang nantinya akan digunakan untuk memabantu mengawasi kemungkinan terjadinya kecurangan kecurangan.

“Bagaimana kita bisa mengawasi jika ternyata KPU tidak pernah memberikan data terkait itu, “katanya. 

Karena itulah, ia berharap KPU mau transparan terkait persoalan tersebut agar tidak menjadi persepsi buruk dugaan permainan oleh penyelenggara pemilu. 

” Kami sebagai masyarakat berhak untuk mengetahui perosalan tersebut sebab menyangkut transparansi publik. Jika ternyata KPU tetap bersikukuh tidak mau memberikan data maka kami siap melaporkan persoalan ini kepengadilan. Kita bertemu aja di persidangan, “ungkapnya jengkel.

BACA JUGA : KPU Jember Hentikan Sementara Verifikasi Syarat Pencalonan Faida-Vian

Menyikapi persoalan ini,  pihak KPU berjanji akan memberikan data tersebut setelah berkoordinasi dengan KPU pusat.  

Potensi kasus yang berkaitan dengan persoalan ini sendiri diakui oleh pihak BAWASLU pusat akan terjadi pada tahapan verifikasi faktual. Ratna Dewi Pettalolo Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu melalui media yang diunggah  disitus resmi bawaslu.go.id mengungkapkan, empat potensi pelanggaran yang bisa terjadi dalam tahapan verifakasi faktual (verfak) dukungan calon perseorangan.

Antara lain, Panitia Pemungutan Suara (PPS) tidak melakukan verifikasi, pendukung membantah memberikan dukungan, dan mengisi pernyataan tidak mendukung, pendukung yang berstatus sebagai penyelenggara pemilihan, pendukung yang berstatus TNI, Polri, ASN, dan kepala desa.

Dia menjelaskan potensi pelanggaran pertama, apabila PPS tidak melakukan verifikasi adalah pelanggaran karena secara eksplisit disebutkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dan ancaman pidana yang bisa diberikan sebagai sanksi.

“PPS dapat diduga melakukan pelanggaran etika, dan bisa dikenakan pidana pasal 185 B dan 186 UU Pemilihan (Pilkada) 10/2016,” sebutnya 

Potensi pelanggaran kedua, lanjut Dewi, pendukung membantah memberikan dukungan dan mengisi pernyataan tidak mendukung (Form BA 5 KWK Perseorangan). Masalah hukum yang muncul adalah bakal calon atau tim diduga telah melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen.

Ketiga, pendukung yang berstatus sebagai penyelenggara pemilihan. Dewi menegaskan, pemilihan dapat diduga telah melakukan pelanggaran etika dalam bentuk tidak netral atau partisan. “Ini ada prinsip pelanggaran kode etik,” ujarnya.

potensi pelanggaran keempat, pendukung yang berstatus TNI, Polri, ASN, dan kepala desa bisa muncul masalah hukum malanggar hukum lain yang mengatur soal netralitas TNI, Polri, ASN dan kepala desa.

Dewi menambahkan, tujuan verifikasi faktual adalah mengecek kebenaran data pendukung dengan metode sensus yakni dengan menemui langsung setiap pendukung.

“Jadi ada tiga hal nanti yang akan kita pastikan yakni memastikan nama, alamat pendukung, dan kebenaran dukungan,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Dewi mengingatkan para pengawas pilkada harus mencermati dan memastikan pendukung itu bukan dari kalangan TNI, Polri atau ASN. Selain itu, pendukung yang terdaftar bukan dari unsur kepala desa, penyelenggara pemilu, dan memberikan dukungan tidak lebih dari satu pasangan calon.

“Nah ini harus dipastikan dalam proses verfak untuk memastikan akurasi keabsahan kebenaran sesuai dengan kententuan peraturan perundang-undangan,” imbuh dia. (Why)

BERITA TERKINI

IndonesiaPos