JEMBER – IndonesiaPos
Dua orang WNI asal Jember yang diduga jadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kamboja bernama Balqis Safira Nur Firdausi (23) dan Thariq Wachid Ismail (27). Mereka berdua dua. Bersaudara asal Kelurahan Tegal Besar, Kecamatan Kaliwates, Jember. Selain kedua anak itu masih ada 3 anak lainnya dari luar Jember yang turut menjadi korban.
Menurut informasi para korban buruh migran tersebut diketahui mengalami ancaman dan tidak bisa pulang ke Indonesia untuk berlebaran dengan keluarganya di Jember setelah melarikan diri dari tempatnya bekerja dan berupaya mencari perlindungan ke kantor KBRI di Kamboja.
Ketua DPC Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) di Jember Nadifa mengungkapkan, kondisi mereka sekarang masih terkarung-katung. Mereka tidak mendapatkan pertolongan dengan alasan, karena saat ini libur lebaran.
Beruntung para korban sementara ini, mendapat pertolongan dari salah seorang WNI yang berada di Kamboja. Bernama Veru Padianto (25) asal Kelurahan/Desa Kayu Tanam, Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak, Provinsi Kalimantan Barat.
“Informasi awal kami dapat dari salah satu rekan para korban yakni Veru (asal Kalimantan Barat). Dugaan sementara adalah tindak TPPO. Selanjutnya dari kejadian ini, kami mendampingi salah satu ibu korban berinisial TS (Titik Suhartini). Untuk lapor ke Polres Jember,” kata Nadifa saat dikonfirmasi sejumlah wartawan.
Atas kejadian itu ibu korban melaporkan persoalan ini kepada pihak polisi untuk selanjutnya, menjadi upaya penyelidikan awal polisi dalam menetapkan kasus yang dialami para WNI ini adalah Kasus TPPO.
“Kami juga berupaya meminta bantuan pemerintah Kabupaten Jember. Karena untuk dua korban berasal dari Jember itu, salah satunya sedang sakit dan butuh bantuan medis dengan cepat,” kata perempuan yang dikenal juga sebagai aktifis ini.
Lebih lanjut Nadifa mengatakan, terkait kondisi yang dialami para korban saat berada di kantor KBRI Kamboja. Ia juga membenarkan, jika sempat mengalami penolakan.
“Mereka diperlakuan tidak baik oleh pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kamboja. Kedua korban diminta meninggalkan KBRI oleh pihak security karena alasan sedang libur lebaran,” ungkapnya.
“Pasca membuat laporan di KBRI korban sampai diusir 7 kali dari Kawasan KBRI untuk mencari tempat penginapan. Padahal korban sedang sakit dan tak memiliki uang untuk menyewa tempat penginapan,” sambungnya.
Dengan kondisi tersebut, kata Nadifa, beruntung para korban mendapat pinjaman uang dari rekannya, untuk menginap di salah satu penginapan.
“Mereka menginap di suatu tempat yang tak diketahui nama wilayahnya di Kamboja. Keduanya pun saat ini, menunggu waktu pemulangan dari Kamboja menuju Indonesia,” ujarnya.
Menanggapi ini, Sekretaris Komisi D DPRD Kabupaten Jember Indi Naidha mengatakan saat ini pihaknya melakukan pengawalan, terkait kasus yang dialami para WNI ini kepada Nico Siahaan anggota DPR RI. Dan hasilnya sudah terhubung, tinggal menunggu proses lanjutan.
“Kami dari PDI Perjuangan mengawal terkait kasus ini, apalagi dua korban diantaranya wilayah Jember. Ini masih proses,” kata Indi.
Terkait kasus dugaan TPPO ini, pihaknya sudah berkoordinasi dengan SBMI, anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, dan juga dengan Wabup Jember.
Kata perempuan yang juga ketua DPC BMI (Banteng Muda Indonesia) Jember ini, SBMI juga mendapat pengawalan langsung Kedubes KBRI Kamboja Santo Darmo Sumanto.
“Dengan adanya kasus ini, penting sosialisasi terhadap WNI untuk tidak memilih Myanmar dan Kamboja sebagai tujuan bekerja ke luar negeri. Karena beberapa waktu lalu Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding saat rapat kerja bersama komisi III DPR RI menyatakan agar warga Indonesia menghindari dan tak ambil peluang untuk bekerja di Myanmar dan Kamboja,” ujarnya.
“Alasanya pemerintah Indonesia, tidak pernah bekerjasama untuk penempatan tenaga kerja di kedua negara itu,” sambung Indi.
Lebih lanjut, kata Indi, terkait kondisi memilih bekerja ke luar negeri. Dimaklumi sebagai upaya untuk mendapatkan penghasilan.
“Tapi proses administrasi bagi warga yang ingin bekerja di luar negeri melalui agen-agen penyalur jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI). Harus diperketat agar tidak menjadi korban TPPO,” tegasnya.
“Tak hanya warganya saja yang diberikan pemahaman, tetapi termasuk perusahaan-perusahaan yang menyalurkan TKI-TKI ke luar negeri itu. Harus diawasi juga agar tidak sembarangan mengirim warga Indonesia,” imbuhnya.
Hingga berita ini diunggah, belum ada informasi lanjutan terkait apakah mereka bisa dipulangkan ke Indonesia. Namun semua pihak telah berupaya mencari solusi untuk memulangkan keduanya.
Tutik, ibu korban kepada media mengungkapkan, dirinya berharap anaknya bisa dipulangkan. ” Sudah 2 tahun anak saya ke luar negeri, hingga kini belum pulang.bahkan saat ayahnya meninggal, keduanya tidak tahu,”jelasnya.
Selain ke polisi, dirinya juga sudah berkirim surat ke dinas tenaga kerja kabupaten Jember untuk membantu mencarikan solusi kepulangan anaknya.(kik)