PAMEKASAN – IndonesiaPos
Gedung Pondok Bersalin Desa (Polindes) di dusun di Desa Panglegur, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan Madura, Jawa Timur dijadikan tempat kambing. Sehingga dipenuhi kotoran kambing yang sangat menjijikkan.
Salah satu warga berinisial M mengaku bahwa Polindes ini sejak awal dibangun sampai sekarang tidak terawat.
“Sebenarnya gedung itu sempat ditempati oleh bidan, yang masih keluarganya pak carek, tapi tidak lanjut, sehingga Polindes tidak terawat bahkan listriknya padam setiap malam,”kata warga setempat.
Menurutnya, masyarakat berharap agar Polindes tersebut bisa digunakan untuk tempat operasional bagi bidan yang bertugaskan di bangunan itu.
“Bapak Kades-pun sudah tahu bahwa Polindes tersebut tidak ditempati. Walaupun masyarakat disini mau mengadu kepada pak Kades, itu bukan 100 persen wewenangnya,”ujarnya.
Dia menjelaskan, bagaimana pun gedung tersebut harus ditempati untuk kepentgingan pelayanan kesehatan masyarakat.
“Kasihan masyarakat. Disini, banyak kok pasiennya. Masyarakat hanya bisa mengeluh karena tidak ada bidannya, sehingga masyarakat disini kalau mau periksa kesehatan harus ke desa tetangga, seperti desa Ceguk, Gugul, dan Dusun Glagga,”keluhnya.
Pihaknya menyayangkan Polindes di desanya tidak dioperasionalkan dengan baik, bahkan sudah banyak kotoran kambing yang menjijikkan.
“Harus diketahui bahwa masyarakat disini kurang lebih 1000 jiwa. Jadi wajar jika masyarakat minta Polindes ini gunakan untuk kesehatan,”pungkasnya.
Sementara itu, saat wartawan mendatangi bidan desa, suami sang bidan bernama Dayat ikut nimbrung memberikan komentar.
Dayat mengatakan, sebelum ada Polindes, rumah yang ditempatinya sekarang itu sudah jadi, karena awal mengajukan Polindes tersebut memang berdekatan dengan SD lantaran ada tanah percaton.
“Dulu sudah saya urus kesana kesini, waktu istri saya hamil anak pertama. Kebetulan saya punya tanah, jadi kan dekat kalau saya bangun disini. Akhirnya saya bangunlah rumah ini. Setelah saya menempati sekitar 8 bulan- 1 tahun, tiba-tiba ada pembangunan Polindes, tapi dibelakang. Siapa yang mau menempati kalau disana? Kalau memang tidak ada yang mau menempati, kenapa dipaksakan dibangun disana? kan begitu,”ujar Dayat.
Sebenarnya kata Dayat, proposal yang diajukan oleh istrinya itu di deket SD sini, karena ada tanah percaton. Istrinys sudah mengajukan dua kali tapi tidak ada kabar sama sekali. Mestinya tempat Polindes itu harus strategis, sedangkan disana jalannya rusak tidak diperbaiki.
“Polindes itu memang tidak ditempati sama istri saya karena rumah ini sudah jadi. Kalau memang mau bangun di sebelah sana, kenapa kok tidak dikonfirmasi atau dikontrol atau disurvei dulu ke bidannya, kan biasanya seperti itu,”ulasnya.
Mestinya, lanjut Dayat, jika mengajukan proposal ditanyakan apa sudah punya rumah atau apa masih ngontrak.
“Sedangkan saya yang bangun rumah ini, sebelum Polindes di bangun. Disana itu tempatnya tidak strategis, Karena disana perbatasan Branta tinggi dengan Panglegur. Sedangkan istri saya ini pegang 2 dusun. Seharusnya polindes itu kan di tengah-tengah. Kalau dibangun disana kan kasihan yang Glagga jauh,”ungkapnya.
Ditempat yang sama, Bidan Fina menambahkan, biasanya untuk Polindes tersebut dari awal itu sudah ada berita acara, sedangkan dirinya tidak menerima sama sekali.
“Nah yang bikin itu siapa? kan kami punya hak juga untuk menggugat dan biasanya itu juga harus ada tanda tangannya saya. Dari Kepala Desa juga tidak ada info sama sekali, bahkan pembangunan itu saja saya tahu dari warga. Dan warga pun mengira kalau mau di bangun rumah sakit. Kata saya masa iya? Jadi, saya mengira mungkin mau dijadikan Pos Kamling atau apalah begitu. Pihak puskesmas pun waktu itu Dokter Ari tidak tau apa-apa,”terang bidan Fina.
Bahkan menurut Fina bangunan gedung Polindes itu tidak ada tembusan dari Puskesmas. Sehingga Fina mengaku tahu prosesnya seperti apa.
“Dulu, waktu saya pertama kali masuk Puskesmas ada pembangunan Polindes di Larangan Tokol dan itu bidannya ikut mantau. Seandainya di Deket SD kan enak bisa dikontrol, saya milih disini karena saya pegang du dusun,”terang Fina.
Fina pun mengaku jika pernah menempati Polindes yang sudah tidak terawat karena banyak kotoran kambingnya.
“Saya pernah nempatin disana sekitar 1 tahunan. Saya sering pak didatangi wartawan, saya kaget juga kenapa jadi boomerang kesaya. Seandainya dulu saya nerima kunci dari awal, mungkin saya udah nempatin. Tapi kalau dari awal tidak diperuntukkan untuk saya, ya mau bagaimana lagi. Saya sudah mengusulkan berulang kali tapi tidak ditanggapi, akhirnya saya pindah ketempat yang sudah ada bangunannya. Toh saya kan sudah PNS,”tandasnya. (ima/heny)