SURABAYA, IndonesiaPos – Angka penderita tuberkulosis (TBC) di Jawa Timur tercatat masih tinggi, tertinggi ketiga secara nasional. Pada 2021, tercatat sebanyak 43.268 jiwa di Jatim menderita TBC.
Untuk menekan itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta semua pihak agar terlibat dalam upaya pencegahan. Angka sesungguhnya bisa jadi lebih banyak dari data yang ada.
Khofifah mengatakan, ada sekira 50 ribuan penderita TBC yang belum berhasil ditemukan dan tidak masuk catatan. Penderita TBC yang tidak terdata ini yang berpotensi menular dan semakin meningkatkan angka kasus TBC di Jatim, tahun ini dan tahun-tahun berikutnya.
Menurut Khofifah, TBC bisa diobati. “Jangan ragu memeriksakan diri ke dokter jika merasakan gejala TBC,” kata Khofifah pada Kamis, 24 Maret 2022.
Mengakhiri epidemi TBC menjadi salah satu target penting dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s) negara untuk bisa sejahtera dan setara.
“Karena itu, TBC harus dieliminasi karena mudah menular serta pengobatannya tidak mudah dan murah,”terangnya
Tahun lalu, kata Khofifah, angka keberhasilan pengobatan kasus TBC per kabupaten/ kota di Jatim adalah 89,12 persen dari target 90 persen.
“Angka keberhasilan pengobatan TBC di Jatim diakuinya masih harus didorong. Terutama karena sebanyak 53 persen kabupaten/ kota belum mampu mencapai 90 persen keberhasilan pengobatan,”ujarnya
Ketua Umum PP Muslimat NU itu menekankan pentingnya keterlibatan multisektor untuk memutus transmisi penularan dan menuju eliminasi TBC 2030.
“Pelibatan multisektor dalam penemuan dan pengobatan penderita TBC serta terapi pencegahan menjadi upaya prioritas untuk dilakukan,”katanya.
Hal itu tentu tidak mudah. Sebab, lanjut Khofifah, menemukan orang dengan TBC dan memastikan mereka diobati sampai sembuh membutuhkan pendekatan yang melampaui sektor kesehatan.
“Keberhasilan eliminasi TBC ditentukan kontribusi dan kolaborasi lintas sektor. Mulai organisasi profesi, tokoh masyarakat, fasilitas kesehatan, organisasi perangkat daerah, kementerian/lembaga terkait di wilayah Jatim, ormas, komunitas peduli TBC, kader kesehatan, akademisi perguruan tinggi, dan masyarakat umum,”pungkasnya.