JAKARTA – IndonesiaPos
Juru bicara PDI Perjuangan Guntur Romli mengatakan menurunnya indeks demokrasi Indonesia pada 2024 bukanlah hal yang mengejutkan. Menurutnya, sederet kriminalisasi dan represi terjadi di Indonesia sehingga menyebabkan indeks demokrasi menurun.
“Tidak mengejutkan karena terjadinya represi, intimidasi yang masif dilakukan oknum aparat, termasuk kriminalisasi menggunakan kasus hukum dan penyalahgunaan wewenang,” kata Guntur, kepada Media Indonesia, Rabu (5/3).
Guntur juga menyinggung Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) yang membuat indeks demokrasi Indonesia menurun. Ia menyinggung keterlibatan Jokowi dalam memenangkan anaknya, Gibran Rakabuming Raka, pada Pilpres 2024.
“Ini dampak dari arogansi Jokowi sehingga indeks ini memperkuat Jokowi sebagai finalis OCCRP yang menyatakan pemimpin korup dan kejahatan terorganisir. Terkait Pilpres 2024, rekomendasi Rakernas V PDI Perjuangan Mei 2024 sudah menyatakan ini pilpres terburuk dalam sejarah karena negara dimanfaatkan oleh Jokowi untuk memenangkan anaknya Gibran sekaligus mengacak-acak MK (Mahkamah Konstitusi) melalui kuasa Ipar Jokowi, Paman Gibran,” katanya.
Lebih lanjut, Guntur mengungkapkan PDIP akan mengambil peran di luar pemerintahan untuk melakukan pengawasan. “Poin penting dari laporan ini soal pemusatan kekuasaan dan kurangnya pengawasan, karena itu kami PDI Perjuangan semakin mantap berada di luar pemerintahan untuk melakukan kontrol dan pengawasan,” katanya.
Sebelumnya, Economist Intelligence Unit (EIU) kembali merilis Indeks Demokrasi seperti tahun-tahun sebelumnya sejak 2006. Dalam rilis teranyar, EIU mencatat skor Indeks Demokrasi 2024 Indonesia sebesar 6,44.
Pada Indeks Demokrasi 2023 yang dirilis tahun lalu, Indonesia memperoleh skor 6,53. Penurunan skor itu sejalan dengan penurunan peringkat Indonesia.
Jika tahun lalu berada di peringkat 56, tahun ini Indonesia menempati posisi 59 dari 167 negara alias turun tiga peringkat. Dengan skor dan peringkat tersebut, EIU masih mengelompokkan Indonesia sebagai negara flawed democracy atau demokrasi cacat. Seperti tahun lalu, EIU menggunakan lima indikator untuk menyusun Indeks Demokrasi 2024.
Indikator dengan skor tertinggi yang diperoleh Indonesia adalah proses pemilu dan pluralisme Indonesia, yaitu 7,92. Adapun indikator lainnya adalah fungsi pemerintahan (6,79), partisipasi politik (7,22), kebebasan sipil (5,00), dan budaya politik (5,29). Dari kelimanya tersebut, indikator yang mengalami penurunan tajam dari tahun lalu adalah fungsi pemerintahan yang sebelumnya meraih poin 7,86.
Nilai kebebasan sipil Indonesia pada indeks tahun ini juga turun dibanding tahun lalu, yakni 5,29. Sementara, nilai proses pemilu dan pluralisme serta partisipasi politik tidak mengalami perubahan.
Adapun budaya politik Indonesia mengalami peningkatan nilai dari tahun sebelumnya yang hanya 4,38. EIU merilis Indeks Demokrasi 2024 dengan tajuk What’s Wrong with Representative Democracy? atau Apa yang Salah dengan Demokrasi Perwakilan?.
Lewat rilis terbaru, EIU menyoroti kemenangan Prabowo Subianto lewat Pilpres 2024 yang disokong oleh presiden sebelumnya, Joko Widodo. “Aliansi Tuan Prabowo dengan pendahulunya telah meningkatkan ketakutan mengenai pemusatan kekuasaan serta kurangnya pengawasaan dan keseimbangan,” demikian bunyi laporan EIU.
EIU juga menggarisbawahi langkah Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi mendampingi Prabowo sebagai wakil presiden, lewat putusan Mahkamah Konstitusi yang kontroversial. Bagi EIU, perubahan dalamputusan MK telah merusak independensi peradilan.
Penetapan Tersangka Hasto Kristiyanto Janggal, Politik Adu Domba Jokowi