<

Jelang Masa Jabatan Presiden Berakhir, Jokowi Diminta Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat

JAKARTA, IndonesiaPos

Menjelang masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tersisa sekitar satu tahun lagi, diminta untuk menunaikan janjinya terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

“Ini kesempatan dalam waktu singkat untuk menghasilkan bukan hanya pengakuan dan penyesalan tapi menyampaikan yang diakui apa,”kata sejarawan Asvi Warman Adam di di HDI Hive, Jakarta Selasa, (29/8/2023) kemarin.

Asvi mengapresiasi keberanian Jokowi mengakui dan menyesali 12 kasus HAM berat. Namun tindakan pemerintah tidak boleh berhenti di situ.

“Dari 12 itu apa saja? Menyangkut apa saja? Detailnya apa saja? Sebelum pemerintahan berakhir harus disampaikan,”ujar dia.

Menurut Asvi, Jokowi tidak memiliki beban masa lalu. Hal itu seyogianya menjadi modal Kepala Negara menepati janjinya.

“Apalagi Presiden Jokowi dalam kampanye sejak periode pertama dan kedua berjanji menyelesaikan masalah HAM,”tutur dia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid di HDI Hive, Usman Hamid, menyatakan seharusnya Presiden Jokowi menuntaskan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat sejak periode pertama. Sayangnya, Jokowi terkesan mengulur-ulur upaya tersebut.

“Kalau Jokowi sungguh-sungguh mewujudkan kehendak politiknya, seharusnya menyediakan waktu sejak awal pertama tahun pemerintahan,”kata Usman Hamid.

Usman mengatakan Jokowi justru fokus memulihkan ekonomi di tahun pertamanya. Upaya penyelesaian HAM berat dijanjikan di tahun kedua.

“Tahun kedua tiba, bilang di tahun ketiga, keempat, dan kembali menjelang pemilu (pemilihan umum),”ujar dia.

Suka atau tidak suka, kata Usman, isu HAM masih dijadikan komoditas politik. Jokowi menempatkan dirinya sebagai pembawa beban masa lalu.

“Sehingga memberatkan dirinya melakukan kewajiban sebagai kepala negara. Baik dari segi waktu dan kesungguhannya diragukan,”papar dia.

Usman menyebut pemerintah seyogianya berinisiatif mencari pelaku pelanggaran HAM berat. Pemerintah justru dinilai membebankan hal itu kepada para korban.

“Mendesak korban untuk menyebut siapa pelakunya, ini bukan kriminal. Kalau pun kriminal, ini tugas negara dengan membentuk tim dan libatkan tim independen,”ucap dia.

BERITA TERKINI