JEMBER, IndonesiaPos – Pengakuan mengejutkan disampaikan saksi Eko Wahyu saat dihadirkan sebagai saksi dari JPU dalam lanjutan sidang kasus korupsi Pasar Manggisan hari ini Selasa 23 Juni 2020 di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Eko Wahyu sebelumnya adalah (PPK) proyek revitalisasi pasar 2018 yang kemudian digantikan oleh oleh Anas Ma’ruf yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian sekaligus sebgai Pengguna Anggaran (PA) dan saat ini telah menjadi terdakwa.
Menurut kuasa hukum Fariz, Achmad Cholili kepada IndonesiaPos Selasa 23 Juni 2020, pengakuan Eko Wahyu di persidangan siang tadi semakin mengungkap keterlibatan Bupati dan Kepala Bapekab Imam Fauzy dalam kasus pasar manggisan ini.
“Ketika diperiksa oleh majelis hakim, pada intinya Pak Eko menyampaikan, untuk pasar manggisan, semula PPK nya adalah Eko. Sampai kemudian pada hari dan tanggalnya lupa , Ia dipanggil oleh Bupati ke Pendopo. Karena Anas Ma’ruf masih dalam perjalan dari Situbondo, ia diperintahkan oleh Bupati untuk tetap menunggu. Ketika itu, di pendopo juga ada Fariz, Dodik, (keduanya berstatus terdakwa) dan Kepala Bapekab Imam Fauzy;“ ujarnya.
- BACA JUGA :
- Kesaksian Aneh Pokja Lelang Hakim Sidang Korupsi Pasar Manggisan Minta Jaksa Kembangkan Kasus
“Selanjutnya setelah Anas Ma’ruf datang ekitar pukul 20.30, maka kemudian Bupati, setelah dibenarkan oleh Kepala Bapekab Imam Fauzy, memerintahkan pergantian PPK proyek revitalisasi pasar tradisional yang semula dijabat oleh Eko untuk kemudian digantikan oleh Anas” sambungnya.
Sejak malam itulah Anas Ma’ruf sebagai Pengguna Anggaran merangkap sebagai PPK. Padahal, dia tidak mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa, sehingga seharusnya tidak boleh menjabat sebagai PPK. Meski Anas sempat mempertanyakan persyaratan tersebut, tetapi karena perintah Bupati, maka itu tetap dilaksanakan.
“Dan kesaksian Eko ini sama dengan kesaksian Anas dalam persidangan yang sama. Sedangkan Fariz, fungsinya hanya sebagai operator saja. Yang mimpin rapat Bupati, yang nunjuk Anas sebagai PPK juga Bupati, bahkan design-design yang digarap oleh PT Maksi, kalau ada yang tidak cocok, kesemuanya adalah inisiatif bupati” pungkasnya.
Seperti diketahui sebelumnya, kasus pasar manggisan sudah menjadi perhatian publik sejak 17 Juni 2019 silam, ketika Kejaksaan Negeri Jember melakukan penyegelan sebagai tanda dimulainya penyelidikan. Kemudian, pada tanggal 20 Juni 2019 kejaksaan tiba-tiba menggeledah kantor Disperindag ESDM. Pada hari yang sama ketika itu, korps Adhyaksa juga menggeledah kantor Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ). Hasilnya, Kejaksaan menyita satu koper dokumen serta sejumlah soft copy dari kedua instansi tersebut. Berikutnya pada tanggal 1 Agustus 2019 lalu, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus kala itu, Herdian mengungkapkan, penyidik telah mendapati temuan yang mengarah ke penyimpangan.
Berikutnya, semakin terbuka informasi, ketika publik dikejutkan dengan pengakuan Fariz kepada Panitia Angket pada 6 Februari 2020, bahwa semuanya telah direncanakan melalui “Desk Pendopo” bersama Bupati. “Dia (Fariz) mengaku jatahnya Bupati 10 persen dari uang yang dikumpulkan,” ungkap Wakil Ketua Panitia Angket David Handoko Seto dalam keterangan persnya pada Kamis, 6 Februari 2020 di depan pintu Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Jember.
Pengkondisian proyek dilakukan secara terstruktur dan sistematis melibatkan Bupati Faida dan sejumlah pejabat kepercayaannya. Tempat pengkondisian di Pendopo Wahya Wibawa Graha atau rumah dinas Bupati. “Termasuk Fariz juga ikut dalam kegiatan desk pendopo. sehingga tahu,” tutur David.
Sedangkan, uang hasil persekongkolan proyek APBD, lanjut David ditampung dalam satu rekening sebuah bank atas nama Irawan Sugeng Widodo. “Atau yang dikenal dengan panggilan Pak Dodik,” jelasnya. Bukti-bukti aliran uang itu juga sudah diberikan Fariz ke Kejaksaan Negeri Jember yang menjeratnya dalam kasus proyek Pasar Manggisan. David membeberkan, dari keterangan Fariz bahwa Dodik yang melanjutkan aliran uang jatah fee 10 persen untuk Bupati Faida. “Pak Dodik itu rekanan lama Bupati Faida yang dipercaya menggarap proyek di rumah sakit miliknya, yakni Bina Sehat di Jember dan Al Huda di Banyuwangi,” urai Politisi Nasdem ini.
Semakin mengejutkan ketika hasil temuan Panitia Angket dibuka untuk publik. Dalam dokumen yang dibacakan dalam Paripurna Hasil Panitia Angket tanggal 20 Maret 2020 tercantum jelas bahwa pengkondisian proyek melalui “Desk Pendopo” tersebut ternyata tidak hanya proyek rehab Pasar Manggisan dan Kantor Kecamatan Jenggawah yang ambruk, tetapi melibatkan proyek paket pekerjaan jasa konsultasi perencanaan untuk rehab 31 Kantor Kecamatan, 50 Puskesmas dan Pustu se Kabupaten Jember, proyek gedung rawat jalan 4 lantai RSD dr Soebandi, 9 pekerjaan ruang terbuka hijau (RTH) dan 14 pekerjaan Revitalisasi Pasar Tradisional.
Selain nama Bupati Faida, nama-nama yang tersebutkan mengikuti desk pendopo dalam Hasil Temuan Panitia Angket adalah dr Benny, Sugeng Irawan Widodo, Dina dan Fariz sendiri. Kesemuanya, kecuali Fariz, adalah teman baik Bupati Faida sejak sebelum menjadi Bupati. Sedang pejabat Pemkab yang disebutkan ikut dalam desk pendopo antara lain Sdr. Imam Achmad Fauzi (Ka. Bappeda), Danang Andriasmara (Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PU Cipta Karya), Yessiana Arifa (Plt. Ka Dinas PUCK), dr Nurul (Kadinkes), dr Endro (Direktur RSD dr Soebandi), dan Anas Makruf (Ka Disperindag) serta Eko Wahyu Septantono PPK Disperindag.
Berikutnya pada 11 Februari 2020, Kejaksaan menetapkan status Tersangka kepada teman dekat Bupati Faida, Sugeng Irawan Widodo alias Dodik pimpinan perusahaan dimana Fariz bekerja sebagai karyawannya. Tetapi kembali kepercayaan kepada APH berbaju coklat ini menyusut, tatkala pada 20 April 2020 Kejaksaan mempublish terdakwa kasus pasar manggisan hanya terbatas pada mantan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jember, Anas Maruf; direktur PT. Maksi Solusi Enjinering, Irawan Sugeng Widodo alias Dodik yang menjadi perencana proyek; Edy Sandy sebagai pelaksana proyek pembangunan pasar; serta Muhammad Fariz Nurhidayat yang merupakan karyawan perusahaan milik Dodik.
Semua nama pejabat dan pengusaha yang tersebutkan dalam Hak Angket tersebut diketahui telah diperiksa oleh Kejaksaan kecuali dr Beny dan Bupati Faida. Bagaimana dengan pemeriksaan terhadap Bupati Faida ? Kasi Pidsus dalam sebuah pemberitaan media menyatakan pemeriksaan Faida tidak dimungkinkan karena sudah memasuki tahun politik. Kasi Intel malah menyatakan, bukan tidak akan dilakukan, tetapi ditunda.
Kepala Seksi Pidana Khusus Setyo Adhi Wicaksono mengakui mendapati keterangan para saksi tentang pertemuan dalam rumah dinas Bupati.
Namun, kejaksaan belum pernah mengklarifikasi pertemuan Bupati Jember dengan rekanan, yakni Direktur PT Maksi Solusi Enjinering Irawan Sugeng Widodo alias Dodik yang kini jadi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kejaksaan tidak melakukan pemanggilan, karena Bupati disebutnya sedang mencalonkan diri di Pilkada serentak tahun ini. Pemanggilan ke Bupati Jember dikhawatirkan akan menjadi komoditas politik. (Kus)