BONDOWOSO, IndonesiaPos
Ketua LSM Libas Bondowoso Jawa Timur, Ahmad Fauzan Abdi, meradang setelah dirinya dituduh menyebar fitnah oleh ketua lajnah pemenangan pemilu (LPP) PPP kabupaten Bondowoso.
Sebelumnya, Ahmad Fauzan Abdi mengkritisi Bupati yang dianggab telah melanggar PP 54 ahun 2017, karena melentik 3 pejabat badan usaha milik daerah (BUMD)
Aktifis antirasuah yang akrab disapa Fauzan ini mengungkapkan, dasar hukum atas pelanggaran dalam pengangkatan dan pengambilan sumpah jabatan terhadap Dewan Pengawas (Dewas)PDAM menyimpang Perbub 52 tahun 2019 pasal 26 huruf a.
Baca juga :
Bupati Gegabah Lantik 3 Pejabat BUMD, LSM Libas Desak DPRD Bentuk Pansus
Pasal tersebut menjelaskan, bahwa pengangkatan anggota Dewas dan anggota direksi terpilih dilakukan dengan keputusan KPM bagi BUMD dan itu sejalan dengan permendagri 37 tahun 2018 pasal 49.
“Jadi bukan dengan keputusan Bupati. Karena bila mengacu kepada permendagri 37 thn 2018 pasal 48 angka 1 yang berbunyi Kepala daerah menyerahkan Calon anggota direksi terpilih kepada KPM. Untuk selajutnya KPM dengan keputusannya melakukan pengangkatan seperti yang tertuang dalam pasal 49 huruf (a),”kata Fauzan.
Sementara yang dilakukan Bupati adalah, pengangkatan Dewas dan Anggota Direksi PDAM menggunakan SK Bupati No 637 dan SK nomor 657. Dengan begitu Bupati menyalahi aturan yang dibuatnya sendiri. Sebagaimana didalam Perbub 52 tahun 2019. “Ini kan lucu, Bupati membuat aturan sendiri malah dilanggar sendiri,”tegasnya.
Fauzan mengingatkan masyarakat bisa membedakan kedudukan KH.Salwa Arifin selaku Bupati dan selaku Kepala daerah. Seluruh tindakan dan kebijakan Bupati harus berdasarkan peraturan dan perundangan.
Baca juga :
LSM Libas Dukung DPRD Gunakan Hak Interpelasi Sesuai Konstitusi
“Berbeda ketika KH Salwa Arifin berada dilingkungan pesantren, beliau bisa membuat aturan sendiri sesuai dengan AD ART pesantren. Tapi yang diatur adalah pemerintahan bukan pesantren, meskipun begitu, jabatan sebagai Bupati tetap melekat terhadap KH Salwa Arifin,”tandasnya.
Selein itu, ia juga sangat menyesalkan ulah para pembantu Bupati tidak memiliki kepekaan dalam mencermati bunyi pasal pasal yang ada di permendagri 37 tahun 2018 dan Perbub 52 tahun 2019 itu sendiri. Terutama Sekda.
Saya melihat Sekda tidak memiliki kemampuan manejerial dan jiwa leadhership dalam memimpinan di kesekretariatan daerah. Sehingga yang terjadi selama Sekda menjadi pembantu Bupati yang terjadi hanya keributan. Bahkan Sekda tidak mampu mengedalikan situasi politik yang terjadi akhir-akhir ini.
Baca juga :
“Saya katakan ini semua terjadi karena ketidak mampuan dan lemahnya kinerja seorang Sekda Bondowoso untuk mengatur dan menata semua kegiatan di Pemkab Bondowoso, sehingga situasi carut marut karena tidak memahami peraturan yang ada,”imbuhnya.
Ia juga mengingatkan anggota DPRD agar konsisten dengan tugas dan fungsinya dalam pengawasan kinerja eksekutif.
Saya berharap DPRD jangan menutup mata bila ada kekeliruan yang dilakukan oleh eksekutif agar segera ingatkan, jangan hanya diam dan berpangku tangan,”imbuhnya. (*)