JAKARTA, IndonesiaPos
Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi menegaskan kembali jika Indonesia menolak bernegosiasi denga China atas klaim batas maritim di Laut China Selatan.
Hal iey ia sampaikan dalam jumpa pers virtual di Istana Kepresidenan pada Kamis (11/6) lalu. Penyataan ini ia utarakan, menanggapi situasi di Laut China Selatan yang kembali memanas. China disebut menggunakan taktik baru untuk memperkuat klaim sepihaknya terhadap Laut China Selatan.
Sejumlah analis internasional menyebut, pemerintahan Presiden Xi Jinping mengerahkan ratusan kapal-kapal ikan China yang dikawal kapal penjaga pantai ke Laut China Selatan untuk memperkuat klaim historisnya di perairan kaya sumber daya alam ini.
Beberapa pengamat menganggap taktik tersebut kian menempatkan Indonesia dan Malaysia, dua negara besar di Asia Tenggara, dalam posisi tertekan.
Kuala Lumpur memang memiliki klaim tumpang tindih dengan Beijing di Laut China Selatan. Sementara itu, Indonesia tidak pernah menganggap memiliki sengketa dengan China di wilyah tersebut, meskipun aktivitas kapal-kapal nelayan Tiongkok dan kapal lainnya di dekat perairan Natuna kerap mengkhawatirkan.
Dalam jumpa pers pekan lalu tersebut, Retno menjelaskan kembali bahwa Indonesia tidak memiliki sengketa wilayah kemaritiman dengan China.
“Oleh karena itu, izinkan saya kembali menekankan posisi konsisten Indonesia di Laut China Selatan,” kata Retno dalam jumpa pers.
“Berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait Hukum Kelautan (UNCLOS) 1962, Indonesia tidak memiliki klaim wilayah yang tumpang tindih dengan China. Karena itu, tidak relevan bagi kami (RI-China) untuk berdialog terkait batas kemaritiman dan delimitasi batas wilayah,” tambahnya.
Secara terpisah, juru bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah, juga percaya bahwa hukum UNCLOS 1962 mendukung posisi Indonesia dalam permasalahan ini. Norma internasional tersebut menjadi sandaran Indonesia dalam menghadapi upaya pihak asing mana pun yang mengusik kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia, termasuk China.
Jurus baru China dengan mengerahkan kapal-kapal ikannya ke Laut China Selatan juga dinilai bisa menyulut konflik antara Beijing dengan Indonesia dan Malaysia. Hal tersebut terlihat dari ketegangan yang sempat terjadi antara kapal China-Malaysia serta kapal China-Indonesia pada awal tahun ini.
Kapal-kapal China dan Malaysia sempat bersitegang ketika bertemu di perairan Laut China Selatan dekat Pulau Kalimantan di awal tahun ini. Kapal tambang resmi berbendera Malaysia, the West Capella, yang tengah mencari sumber daya, berpapasan dengan sebuah kapal survei berbendera Tiongkok yang tengah berlayar bersama kapal penjaga pantai China di perairan tersebut.
Malaysia lalu mengerahkan kapal patroli militernya ke kawasan itu. Sementara itu China menyebut pelayaran dua kapalnya tersebut merupakan aktivitas normal di perairan yang berada di bawah yurisdiksi negaranya.
Kejadian serupa juga terjadi antara kapal China-Indonesia di awal Januari lalu. Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI memergoki puluhan kapal ikan China yang dikawal dengan kapal penjaga pantai dan kapal fregat pemerintah Tiongkok, menerobos masuk wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna.
Selain menerobos, kapal-kapal ini juga turut mengambil ikan di wilayah ZEE Indonesia. Bakamla RI sempat melakukan pengusiran terhadap kapal-kapal China tersebut. Meski sempat menjauh, kapal-kapal ini kembali memasuki perairan Indonesia.
Indonesia juga telah melayangkan nota protes terhadap China, namun Beijing mementahkan perihl tersebut dengan menyatakan bahwa negaranya memiliki hak historis dan berdaulat atas perairan di sekitar Kepulauan Nansha di Laut China Selatan, yang dianggap RI masih wilayah ZEE Indonesia.
Presiden Joko Widodo bahkan sempat mengerahkan TNI termasuk beberapa jet F-16 dan kapal Angkatan Laut untuk mengamankan perairan Natuna saat isu ini memanas.
Posisi RI Tertekan, permasalahan Laut China Selatan selama ini menjadi ganjalan relasi Beijing dengan negara-negara di Asia Tenggara, tak terkecuali Indonesia.
sejauh ini Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia berupaya menghindari isu Laut China Selatan guna mempengaruhi hubungan diplomatik dengan Beijing. Hal tersebut dilakukan karena sebagian negara ASEAN memiliki hubungan diplomatik dan ekonomi yang cukup erat dengan China.
Peneliti senior Foreign Policy Research Institute, Felix Chang, dalam tulisannya pada Januari lalu menyebut, China juga tidak akan berhenti memperkuat klaimnya di wilayah Laut China Selatan meski mendapat protes keras dari mitra-mitranya di negara ASEAN, termasuk Indonesia.
“Beijing percaya bisa membungkam oposisi di Indonesia dan pada akhirnya, Indonesia, seperti halnya Malaysia, akan menyadari bahwa mereka tidak punya banyak pilihan selain mengakomodasi kehadiran China,” kata Chang seperti dilansir CNN.