JEMBER, IndonesiaPos
Tidak seperti daerah-daerah lainnya, yang menerapkan peraturan pemerintah no 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), di Jember dalam mengantasipasi penyebaran virus covid 19, Bupati Faida mengambil kebijakan yang dianggap sejumlah orang terlalu over protektif.
Anwar Kurniawan, SH advokat yang berdomisili di Maesan Bondowoso menganggap kebijakan Bupati Faida itu sebagai kebijakan “preventif yg over dosis“.
“Kebijakan itu kontraproduktif, karena Hak orang untuk hidup, hak orang bersosial itu akan tertahan disitu (JSG)” sambungnya.
Pidato Bupati Faida yang dishare oleh banyak pihak dengan tegas menyatakan semua orang yang datang dari zona merah telah disiapkan ruang isolasi di Jember Sport Garden (JSG) selama 14 hari.
Padahal sejumlah pemimpin daerah dipastikan enggan menjalankan bahkan menolak konsep seperti yang diterapkan di Jember. Salah satunya adalah mekanisme pencegahan yang dilakukan di Sragen Jawa Tengah.
Sesuai kutipan berita di Suaramerdekasolo.com, Senin, 6 April 2020, 10:49 WIB
Menurut Bupati Sragen, manajemen karantina khusus bagi pemudik itu juga sangat berisiko karena karantina harus dilakukan 14 hari dan membutuhkan minimal 14 lokasi yang berbeda.Bila pemeritah daerah menyiapkan tempat karantna, artinya harus menyiapkan 14 tempat berbeda, semuanya dengan fasilitas yang baik.
Yuni yang seorang dokter ini mengemukakan, karantina tidak bisa dilakukan hanya mengumpulkan para pemudik di lokasi tertentu saja.Hal ini justru dinilai menaikkan potensi penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Pasalnya, Covid 19 memungkinkan pengidapnya menjadi carrier atau pembawa, meski yang bersangkutan tidak menunjukkan keluhan atau gejala umum, seperti demam tinggi dan batuk.Pihaknya khawatir karantina justru membuat pemudik yang sehat tertular.
Yuni mencontohkan misalnya 4 April datang 60 pemudik, dikarantina di Gedung Sasana Manggala Sukowati (SMS). Lalu 5 April datang 30 pemudik dikarantina di Gedung Kartini.
”Kalau 7 April datang lagi 100 orang masuk karantina, dimana lagi mau ditempatkan. Tidak mungkin dijadikan satu dengan yang datang 4 atau 5 April,” terangnya.
Masing-masing pemudik yang dikarantina memulai hitung mundur selama 14 hari untuk membuktikan mereka sehat.Jika belum genap 14 hari mereka sudah dicampur dengan pemudik baru, maka hitung mundur ini harus dimulai dari awal.Hal itu belum ditambah lagi jika mempertimbangkan kondisi psikis para pemudik terutama jika lokasi karantina minim fasilitas pendukung. Berarti harus ada 14 tempat karantina, dengan fasilitas yang sama baik. Bisa saja mereka ditempatkan di sekolah, tapi tidak ada TV, tidak ada kamar mandi yang layak.
Hal-hal seperti ini justru membuat yang dikarantina stres. Bupati Yuni yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Sragen ini mengaku harus berpikir ekstra keras, mencari solusi pulangnya pemudik, terlebih hingga sekarang Presiden Joko Widodo belum mengeluarkan aturan tegas melarang orang mudik.
Menurut Yuni, dibandingkan opsi menyiapkan tempat karantina khusus pemudik seperti daerah lain, pihaknya memilih menyiagakan Satgas Covid-19 di desa dan kelurahan.Mereka diberdayakan untuk memastikan para pemudik di wilayah masing-masing melakukan karantina mandiri.
“Karena aku dokter aku tahu yang harus dilakukan. Karantina mandiri dengan diawasi satgas Covid desa akan lebih efektif, sepanjang kami bisa membuat semua desa siaga, konsisten dan komitmen,” tegas Yuni.
Sejumlah keluhan masyarakat juga sempat muncul dibeberapa akun medsos, diantaranya dari akun Facebook Donny Tri Istiqomah yang juga dikenal sebagai Kuasa Hukum Petinggi DPP PDIP di Jakarta ;
Bupati Jember sedang nyiapkan isolasi massal di JSG bagi semua org yg masuk Jember dari zona merah.Isolasi massal? Semua yg mudik dimasukin ke JSG? Yg ada… yg gak kena virus malah kena! Hadeeeeuh!
Seharusnya yg bener tuh… yg datang dr zona merah diperiksa dulu pake rapid test! Kalo negatif didata sbg ODP dan diminta isolasi mandiri di rumahnya selama 14 hari dipantau oleh RT/RW.
Yg positif dr hasil rapid test atau negatif tp terdapat gejala silahkan statusnya ditetapkan jd PDP… boleh diisolasi dan dirawat di JSG selama fasilitas dipenuhi sambil nunggu hasil test SWAP… ingat! Diisolasi dan dirawat! Jng sbatas diisolasi saja tp gak dirawat! Mereka bukan narapidana main dikandangin seenaknya!
Ini gak main2 jd jng hanya sbatas dipermukaan krn poliik pencitraan! Butuh biaya dan tenaga yg besar! Mereka jg warga negara yg hak2nya dilindungi konstitusi! Kalo sampe di JSG terlantar bakal rame!
Jng semuanya main dimasukkan ke JSG tanpa ada rapid test.. yg terjadi justru JSG bakal jd pusat penularan… yg gak kena jd kena!
Ente ngerti urusan gak sih! Ide isolasi massal dari siapa sih! Kalo digebyah uyah kyk itu namanya bukan isolasi massal tp bunuh diri massal! Hadeeeuh lama2 makin parah!
Rencana karantina dilokasi JSG oleh Bupati Jember inipun dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai pemaksaan terhadap hak asasi masyarakat.
“Siapapun yang karena kebijakan itu merasa dirugikan, maka dia berhak untuk menggugat pembuat kebijakan tersebut” tegas Anwar Kurniawan, SH. (Why)