JAKARTA – IndonesiaPos
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Kadis PUPR Papua Mikael Kambuaya sebagai saksi kasus dugaan suap. Pemeriksaan ini terkait penyalahgunaan dana operasional kepala daerah Provinsi Papua.
Selain Mikael, KPK juga memeriksa empat saksi lain dari sektor BUMN, perbankan, dan properti. Mereka adalah Komang Susyawati, Lusi Kusuma Dewi, IIta Sari Mutiana, dan Nurlia Lulu Fitriiyani.
Jubir KPK, Budi Prasetyo mengatakan, pemeriksaan juga mencakup program peningkatan pelayanan kedinasan. “KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan suap Dana Penunjang Operasional Kepala Daerah Papua,” kata Budi di Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Penyidik, lanjut dia, akan mengonfirmasi aliran dana dan transaksi mencurigakan kepada para saksi tersebut. Fokus utama adalah membongkar potensi korupsi yang melibatkan dana operasional senilai triliunan rupiah.
Sebelumnya, KPK membuka penyidikan atas dugaan korupsi dana operasional kepala daerah Papua. Nilai kerugian negara dari program ini ditaksir mencapai Rp1,2 triliun dalam periode 2020–2022.
“Kami mendalami penggelembungan dan penyalahgunaan anggaran senilai Rp1,2 triliun di lingkungan Pemprov Papua,” ujar Budi. Ia menyebut penyidikan dilakukan secara bertahap berdasarkan bukti dan saksi yang ada.
Ia mengatakan, dua nama sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Dius Enumbi dan Lukas Enembe, mantan Gubernur Papua yang telah meninggal dunia.
“DE sebagai bendahara pengeluaran dan LE sebagai Gubernur Papua bersama-sama dalam perkara ini,” ujar Budi. Keduanya diduga memiliki peran besar dalam pengaturan dana tersebut.
KPK juga memeriksa seorang saksi dari penyedia jasa money changer di Jakarta. Tujuannya adalah melacak aliran uang yang digunakan untuk menyamarkan dana hasil korupsi.
Ia mengatakan, proses ini bagian dari strategi asset recovery yang menjadi prioritas lembaga. “Kami menelusuri aset dan transaksi mencurigakan guna mendukung proses pemulihan kerugian negara,” ujar Budi.
Menurut KPK, uang senilai Rp1,2 triliun sangat besar bagi pembangunan Papua. “Dana sebesar itu bisa digunakan membangun sekolah, puskesmas, dan rumah sakit,” ucapnya.
Kasus ini berkaitan dengan dana operasional mantan Gubernur Papua Lukas Enembe yang mencapai Rp1 triliun per tahun. Dalam sehari, Lukas Enembe menggunakan dana operasional atau uang makan itu sebesar Rp 1 miliar.
Alokasi dana fantastis itu telah dirancang sedemikian rupa oleh Lukas. Ia disebut telah membuat Peraturan Gubernur (pergub) agar tindakan itu terkesan legal.
“Itu yang kemarin disampaikan Pak Alex (Wakil Ketua KPK) bahwa dibuatlah Pergub sehingga itu tidak kelihatan. Jadi dia disembunyikan, dibuat peraturannya dulu sehingga itu menjadi legal, padahal nanti masuknya ke bagian makan dan minum,” kata Pelaksana tugas Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu, Jumat (27/6/2025).
Lukas Enembe sengaja membuat peraturan gubernur (pergub) yang memuluskan rencana pengucuran dana operasional sebesar Rp1 triliun per tahun. Melalui pergub itu, Lukas mampu mengelabui pengawasan dari Kementerian Dalam Negeri.