<

Masyanto Desak KPK Ambil Alih Kasus Jaksa Pinangki

JAKARTA, IndonesiaPos

Relawan Satu Hati ikut menanggapi adanya tarik ulur kewenangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait penanganan penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari. 

Ketua Umum Satu Hati Indonesia, Masyanto mengatakan, ada sejumlah alasan mengapa pihaknya mendukung agar KPK dapat menangani kasus ini. Menurutnya hal tersebut dikakukan untuk menjaga objektivitas penyidik dalam menangani perkara yang melibatkan seorang oknum jaksa itu ada beberapa alasan terkait itu.

“Pertama, Kejaksaan Agung (Kejagung) terlihat sangat lambat dalam membongkar praktik korupsi yang dilakukan oleh jaksa Pinangki Sirna Malasari,”kata Masyanto kepada wartawan di Jakarta, Kamis (27/8/2020).

Pengambilalihan perkara itu menurut dia telah diatur dalam Pasal 10 A UU KPK. Disitu disebutkan bahwa KPK berwenang mengambil alih penyidikan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan.

Dia menjelaskan, subjek perkara ini adalah seorang jaksa dan KPK secara kelembagaan diberi kewenangan berdasarkan Pasal 11 UU KPK untuk menangani perkara yang melibatkan unsur jaksa.

Alasan kedua menurut Masyanto, praktik suap-menyuap ini dilakukan oleh seorang penegak hukum dan terhadap penegakan hukum lainnya. 

Namun, Jika KPK meminta untuk mengambil alih penanganan perkara dari Kejagung, maka berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, pihak Kejagung seharusnya tidak berhak menolak dengan alasan sama-sama memiliki kewenangan dalam penanganan suaru kasus perkara.

Dia mengaku sejak awal meragukan penanganan kasus jaksa Pinangki oleh Kejagung. Hal itu diawali Kejagung mengeluarkan pedoman periksa jaksa harus izin Jaksa Agung meski akhirnya dicabut.

Selanjutnya, Kejagung juga sempat ingin memberikan bantuan hukum kepada Pinangki meski akhirnya ditegaskan Persatuan Jaksa Indonesia bahwa bantuan pendampingan hukum itu tidak diberikan.

“Ketiga, Komisi Kejaksaan terlihat tidak diberi akses untuk memeriksa jaksa tersebut. Keempat, Kejaksaan Agung diduga tidak pernah melibatkan KPK dalam setiap proses penanganan perkara,” ucapnya.

“ICW mengingatkan agar tidak ada pihak-pihak tertentu yang berupaya melindungi jaksa Pinangki Sirna Malasari dari jerat hukum,” tegasnya. 

Kata dia, dalam peraturan perundang-undangan terdapat Pasal 21 UU Tipikor terkait obstruction of justice, yang dapat menjerat pihak tersebut dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.

Sementara itu, KPK dengan Kejagung memiliki inisiatif untuk menyerahkan kasus korupsi jaksa Pinangki kepada KPK.

Namun pihak Kejagung juga mengatakan, baik KPK maupun Kejagung sebenarnya sudah memiliki kewenangan tersendiri untuk menyelesaikan kasus yang sedang ditangani sesuai dengan aturan yang berlaku.

BERITA TERKINI