Mantan Menteri Menpora, Imam Nahrawi
JAKARTA, IndonesiaPos.co.id
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) kepada Kemenpora terkait dana hibah Tahun Anggaran 2018.
Merespons status tersangka tersebut, Imam menyatakan mengundurkan diri dari posisinya. Imam sudah bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Kamis (19/9/2019) pagi dan menyerahkan surat pengunduran diri.
Ihwal penetapan status tersangkanya, Imam mengaku siap menghadapi kasus dugaan suap hibah KONI. Politikus PKB itu mengatakan dirinya tidak seperti yang dituduhkan.
“Tentu pada saatnya itu harus kita buktikan bersama-sama karena saya tidak seperti yang dituduhkan dan kita akan ikuti nanti seperti apa proses yang ada di pengadilan,” beber Imam.
Jadi Mahasiswa Kritis
Imam Nahrawi lahir di Bangkalan, Jawa Timur pada 8 Juli 1973. Ia menghabiskan masa pendidikan SD sampai SMA di Bangkalan. Kemudian, melanjutkan sekolah dan lulus dari IAIN Sunan Ampel, Surabaya, pada 1997.
Imam tercatat pernah menjadi seorang aktivis dan memimpin sebuah organisasi mahasiswa di Surabaya, Jawa Timur. Sejak mahasiswa Imam dikenal sangat kritis.
ia pernah mengenyam pendidikan di UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 1998 dan Universitas Padjajaran untuk program Pascasarjana Magister Kebijakan Publik pada tahun 2017.
Saat menempuh pendidikan di bangku kuliah Imam aktif dalam kegiatan organisasi, seperti menjadi Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya 1994-1995 dan aktif sebagai bagian dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Pada tahun 2017, Imam mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari UIN Sunan Ampel Surabaya. Dalam perjalanan kariernya, Imam pernah menjabat Direktur Intervisi Surabaya sejak tahun 1997 dan Direktur CV Hidayah Sidoarjo tahun 2000.
Terjun ke Politik
Imam kemudian terjun ke dalam dunia politik dan bergabung bersama Partai Kebangkitan Bangsa. Imam tercatat memiliki karir cemerlang di kancah politik. Ia terpilih sebagai anggota DPR 2 periode, yaitu periode 2004-2009 dan 2009-2014 pada daerah pilihan Jawa Timur.
Saat itu, Imam Nahrawi berada di Komisi VII DPR yang bertanggung jawab dalam bidang agama, sosial, dan pemberdayaan perempuan.
Karier politik Imam Nahrawi terus menanjak hingga pada tahun 2009 diangkat menjadi Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Imam menjadi sekjen PKB hingga 2014 di bawah Ketum PKB Muhaimin Iskandar.
Kemudian pada Muktamar PKB tahun 2014, posisi Imam Nahrawi sebagai Sekjen PKB digantikan oleh Hanif Dhakiri. Imam Nahrawi kemudian diangkat menjadi Menpora oleh Jokowi.
Masuk Istana Jadi Menpora
Pada pemerintahan Jokowi-JK, Imam Nahrawi ditunjuk menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga yang dilantik pada 27 Oktober 2014. Imam salah satu menteri yang selalu lolos dari perombakan kabinet Kerja Jokowi.
Saat baru dilantik, Imam Nahwari dihadapkan masalah kasus klub besar sepak bola antara PSS Sleman vs PSIS Semarang. Pada Februari 2015, Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) dan Imam bersama Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) memundurkan jadwal ISL karena sejumlah klub belum memenuhi persyaratan yang diminta.
Kemenpora melayangkan tiga kali teguran kepada Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Teguran ketiga dilayangkan pada 16 April 2015. Namun hingga 18 April, PSSI belum juga menjawab teguran tersebut, sehingga pada akhirnya PSSI resmi dibekukan.
Pembekuan dilakukan Kementerian Pemuda dan Olahraga melalui suratnya bernomor 01307 tahun 2015 dan ditandatangani Menteri Imam Nahrawi.
Nilai Aset Imam
Setelah namanya terseret-seret dalam kasus suap dana hibah KONI, Imam Nahrawi akhirnya menjadi tersangka KPK. Imam diduga menerima uang melalui asisten pribadinya Miftahul Ulum (MIU) yang juga telah berstatus tersangka secara bertahap dengan total senilai Rp26,5 miliar.
Dikutip dari situs e-LHKPN, Imam terakhir kali melaporkan kekayaannya pada 31 Maret 2018 atas statusnya sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Ia tercatat memiliki jumlah kekayaan senilai sekira Rp 22,6 miliar.
Kekayaan tersebut meliputi 12 bidang tanah, 4 unit mobil, serta surat berharga senilai Rp 463.765.853 serta kas senilai Rp 1.742.655.240.(rri*)