Editorial IndonesiaPos
Perang Rusia dan Ukraina masih berkecamuk. Namun, tekad bulat Presiden Joko Widodo untuk memulai misi perdamaian demi mengupayakan genjatan senjata dan membuka ruang dialog sudah kukuh. Presiden bakal menginjakkan kaki ke dua negara yang bertikai.
Misi kunjungan itu menunjukkan kepedulian terhadap isu kemanusiaan. Indonesia mencoba memberikan kontribusi untuk menangani krisis pangan yang diakibatkan karena perang dan dampaknya dirasakan semua negara.
Tentu seluruh rakyat Indonesia berada di belakang Presiden Jokowi mendukung suksesnya misi perdamaian ini. Apalagi konstitusi bangsa ini telah mengamanatkan agar Indonesia dapat turut serta menjaga ketertiban dunia.
BACA JUGA :
Selain itu, Presiden Jokowi memang punya nyali besar, datang ke negara yang sedang berperang. Tentunya resikonya sangat tinggi, meskipun sudah menyiapkan pengawalan dan pengaman khusus dari Paspampres, itupun tidak menjamin. Tapi, Presiden Jokowi menjalankan amanat konstitusi sesuai dengan amanat UU 1945.
Lawatan Presiden kali ini pun merupakan bagian dari penegakan prinsip politik luar negeri bebas aktif yang dianut Indonesia. Indonesia tidak berpihak kepada Ukraina sehingga tidak memberi bantuan senjata dan tidak berpihak pada Rusia dengan memberi dukungan atas operasi militer khusus mereka.
Indonesia memang bukan Amerika Serikat atau Tiongkok dengan kekuatan ekonomi dan senjata yang superpower untuk menjadi penengah. Namun, posisi Indonesia dalam konteks konflik dua negara ini cukup strategis.
Indonesia tidak mewakili pihak kiri dan kanan sehingga bisa menjadi kekuatan moral tersendiri untuk membantu menghentikan perang. Apalagi dengan peran memegang Presidensi G-20, Indonesia bertanggung jawab memastikan krisis pangan dunia tidak terjadi akibat dampak perang yang berkepanjangan.
Ukraina dan Rusia ialah eksportir gandum besar di dunia. Belum lagi persoalan pasokan sumber energi yang sangat terpengaruh oleh konflik di kawasan Eropa Timur ini.
Indonesia memiliki kredibilitas moral untuk mengatasnamakan masyarakat global bahwa dunia sedang sengsara atas peperangan yang terjadi karena imbasnya ke sejumlah aspek seperti pangan. Jokowi pun bisa memberikan pemahaman tersebut kepada kedua pemimpin negara.
Pada saat ini yang terpenting ialah mencegah terjadinya tragedi kemanusiaan serta ancaman pangan dunia yang lebih besar apabila perang terus terjadi terutama bagi negara berkembang dan negara dengan penghasilan rendah.
Jika misi berjalan lancar, tentu diharapkan, bahkan sangat didambakan, Indonesia bisa memfasilitasi pertemuan bilateral kedua pemimpin negara bekas Uni Soviet tersebut di sela pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi G-20 yang akan digelar di Bali, akhir November mendatang.
Presiden Vladimir Putin memastikan akan hadir di KTT G-20, begitu pun Presiden Volodymyr Zelensky telah diundang Presiden Jokowi. Jika keduanya bertemu, solusi untuk meredam dampak perang dapat terlahir dan berkontribusi pada upaya pemulihan global.
Untuk saat ini misi Presiden Jokowi ialah perang harus dihentikan dan rantai pasokan pangan global perlu diaktifkan kembali. Semua negara harus menahan diri dari tindakan yang semakin memperburuk krisis pangan dan energi ini. Apalagi belum semua negara terbebas dari pandemi covid-19.
Presiden Joko Widodo berangkat ke Rusia dan Ukraina dalam rangka melaksanakan amanat konstitusi berupa Ikut Melaksanakan Ketertiban Dunia Yang Berdasarkan Kemerdekaan, Perdamaian Abadi Dan Keadilan Sosial dalam bentuk upaya mempertemukan Presiden Vladimir Putin dan Presiden Volodymyr Zelensky untuk meredam perang dan mencegah terjadinya tragedi kemanusiaan yang berkelanjutan menimpa dunia. (MI)