<

MK Hapus Presidential Threshold Jalankan Amanat Reformasi

JAKARTA – IndonesiaPos

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan mengenai syarat presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden 20% yang diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik.

Koordinator Penggerak Milenial Indonesia (PMI), M. Adhiya Muzakki merespons putusan MK tersebut jadi angin segar untuk masyarakat Indonesia.

“Ini angin segar bagi kita semua, ini melahirkan politic opportunity, semua parpol bisa menyuguhkan figur-figur yang baik ke depannya,” ujar Adhiya, Minggu (5/1/2024).

MK memutuskan hal itu  dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

“Keputusan MK ini membuka kesempatan bagi parpol untuk menyuguhkan figur politik ke depannya, sesuai dengan aspek kriteria untuk pembangunan di masa mendatang,” tambahnya.

Adhiya menilai ambang batas pencalonan presiden jadi 0 ini sangat berpengaruh terhadap keterbukaan sosok pemimpin ke depan dan jadi kesempatan bagi masyarakat untuk memilih, figur terbaik.

Adhiya menegaskan bahwa adanya putusan MK tersebut membuat partai politik harus bekerja lebih keras dan bertanding secara terbuka dalam menyuguhkan figur-figur pemimpin bangsa terbaik di masa mendatang.

Kematangan pemimpin, kata Adhiya, harus menjadi indikator parpol dalam memilih calon presiden.

Tak hanya itu, Adhiya menekankan masyarakat milenial ingin pemimpin yang punya kapasitas, berkualitas serta berpengalaman, hingga kapabilitas yang mumpuni dalam menyongsong bangsa ke depan.

“Intinya demokrasi semakin asyik, ini ang?n segar bagi masyarakat, apalagi untuk silent majority sekarang semua bisa terbuka dalam momentum MK saat ini,” tandas Adhiya.

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menyambut positif Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold karena merupakan amanat reformasi yang selama ini konsisten diperjuangkan dalam berbagai agenda dan kebijakan politik.

“Dalam UUD NRI 1945 sangat jelas bahwa calon presiden dan wakil presiden diusung oleh partai politik dan atau gabungan partai politik. Apa yang diputuskan MK sesungguhnya menegaskan apa yang termaktub dalam UUD NRI 1945,” kata Eddy dalam keterangannya di Jakarta, hari ini.

Dia menjelaskan sejak awal pihaknya memperjuangkan agar ruang demokrasi dibuka seluas-luasnya dengan memberikan kesempatan pada putra-putri terbaik bangsa sebagai capres dan cawapres.

“Sudah seharusnya pemilihan presiden menjadi ruang adu ide dan gagasan putra-putri terbaik bangsa yang diajukan melalui partai politik dan tidak dihalangi oleh ambang batas,” ujar politikus Partai Amanat Nasional tersebut.

Eddy mengatakan dengan semakin terbukanya kesempatan bagi putra-putri terbaik bangsa untuk maju dalam pilpres maka rakyat memiliki kesempatan untuk memilih yang terbaik diantara kandidat-kandidat terbaik.

“Rakyat sebagai pemilih akan lebih selektif dalam memilih kandidat berbasis pada ide, gagasan dan visi misi yang disampaikan. Keputusan MK ini memberikan kedaulatan yang lebih luas untuk rakyat sebagai pemilih dalam memutuskan yang terbaik,” pungkas dia.

Sebelumnya, MK memutuskan penghapusan ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

MK memandang presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Selanjutnya, MK mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon.

Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.

Oleh karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

MK Hapus Presidential Threshold

BERITA TERKINI