SUMENEP,IndonesiaPos
Mohammad Syafei sudah tidak asing lagi, semua pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep mengenalnya. Dia cukup dikenal sebagai pria yang peduli terhadap orang lain. Karena di dalam jiwanya selalu ditanamkan rasa cinta akan perubahan.
Lahir di Desa Sumber Nangka, Kecamatan Arjasa, Sumenep pada 31 Desember 1973 lalu, putra Sulung dari tiga bersaudara ini menjadi orang pertama yang bergelar sarjana di desanya.
Putra Alm. H. Mohammad (mantan kepala Desa Sumber Nangka) ini juga jadi yang pertama berstatus aparatur sipil negara (ASN) di desanya.
Sempat menggeluti dunia pendidikan sehabis kuliah, Syafei muda pernah mengajar sebagai guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sumber Nangka pada tahun 1999.
Saat dia mengajar, banyak perubahan terjadi di sekolah itu. Upayanya membangun agar masyarakat merasa memiliki dan bangga dengan SDN Sumber Nangka itu berjalan mulus. Sebagai putra kandung desa itu, dia dengan mudah melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat, khususnya para wali murid untuk memberikan pemahaman tentang bagaimana pentingnya pendidikan.
“Saya tidak ingin generasi muda Desa Sumber Nangka tertinggal dalam hal pendidikan,” katanya saat menceritakan kisahnya mengajar SD di tanah kelahirannya itu, Jum’at (20/08/2021).
Kini Syafei punya sapaan akrab Sang Prabu, tetapi tetap tampil sederhana dan apa adanya di keseharian. Meski menjadi guru yang penuh perjuangan keras, Syafei adalah satu satunya guru yang menolak tunjangan sertifikasi guru pada tahun 2007. Alasannya simpel, belum bisa menjadi guru yang baik.
Sosoknya banyak dikagumi pemuda Desa Sumber Nangka. Sifatnya yang hobi membantu kepentingan umum, salah satunya diwujudkan dengan dengan mendirikan klub sepak bola yang melegenda di Desa Sumber Nangka.
“Saya dari sejak kecil tidak pernah puas dan ingin selalu membuat perubahan yang nyata,” imbuh pria yang oleh pemuda desa setempat sempat disebut sang konseptor yang sekaligus mampu dan sanggup sebagai generator.
Tahun 2012 dia pindah tugas sebagai staf pelaksana di UPT Dinas Pendidikan Sumenep di Kecamatan Arjasa. Karirnya terus naik,pada tahun 2015 diangkat sebagai kasubag TU di instansi itu.
Kendati dikenal sebagai orang yang memiliki kepedulian sangat tinggi, dalam prinsip hidupnya tetap menanamkan sikap tidak pernah merasa pandai, merasa baik dan merasa lebih baik dari orang lain. Bahkan saat menjadi pejabat, dia merasa tidak pernah mempunyai jabatan itu, namun tetap mempertahankan sikap profesional.
Alasannya tidak ingin merasa atau diperlakukan sebagai pejabat, lantaran dia merasa sebagai pelayan dari masyarakat. Dia juga menganggap tidak pernah merasa memiliki bawahan, semuanya dianggap sebagai mitra kerja yang saling membutuhkan.
“Tanpa bantuan orang lain saya tidak bisa berbuat apa-apa,” tegasnya.
Pada tahun 2018, seiring penghapusan kantor UPT, dia didaulat menjadi Kasi Tata Pemerintahan Kecamatan Kangayan. Jabatan itu masih dia emban sampai saat ini.
Dalam bertugas sebagai pejabat kecamatan, oleh sebagian besar kepala desa di Kecamatan Kangayan dia bukanlah orang yang hanya menjabat sebagai kasi. Sosoknya yang mudah membantu saat diperlukan kepala desa, tidak hanya mencari solusi persoalan dinas, namun juga sampai masalah pribadi .
Baginya, kepala desa juga bagian dari keluarga, sehingga harus selalu siap jika diminta untuk membantu. Bahkan jika terjadi kekosongan kepala desa, Syafei kerap menjadi pilihan yang paling diinginkan menjabat sebagai penanggung jawab jabatan (Pj) kepala desa.
“Bagi saya, jabatan adalah nomor sekian. Tetapi, perubahan untuk desa dan pendidikan hal yang utama yang harus tertanam,” ucap Sang Prabu.( syf )