Editorial
Organisasi kemasyarakatan bukanlah wadah berkumpul para preman. Substansi kehadiran mereka untuk menjaga keutuhan NKRI. Ormas hadir, tumbuh, dan berkembang seiring dan sejalan dengan sejarah perjalanan bangsa ini.
Sejarah mencatat dengan tinta emas peran dan rekam jejak ormas yang telah berjuang secara ikhlas dalam pergerakan kemerdekaan. Karena itu, ormas mestinya berjalan tegak lurus menjaga, memelihara, serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Mereka mestinya menjadi solusi, bukan malah menjadi bagian dari persoalan bangsa.
Amat disayangkan bahwa masih ada saja ormas yang kehadirannya justru menebarkan rasa takut di ruang publik. Ormas dengan sumbu pendek, lebih mengandalkan otot ketimbang otak.
Adu otot dua ormas di Karawang, Jawa Barat, pada Rabu (24/11) menimbulkan ketakutan bagi warga. Keduanya bentrok dengan menggunakan berbagai jenis senjata sehingga menelan korban jiwa.
Peristiwa kekerasan antarormas yang mengusik ketenangan warga juga terjadi di Tangerang, Jumat (19/11). Tepatnya di Pasar Lembang, Ciledug, Kota Tangerang, Banten. Puluhan anggota dari dua ormas berbeda saling serbu hingga mengakibatkan lima orang terluka parah. Seorang di antaranya warga sekitar.
Ormas ialah wadah berkumpul dengan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Akan tetapi, anggota ormas justru tidak mampu merawat akal waras jika mereka sudah berkumpul bersama-sama. Mereka bisa menjadi serigala bagi sesama.
Ketidakmampuan mengendalikan diri itulah yang terjadi saat huru-hara yang dilakukan ormas di Jakarta, Kamis (25/11). Kabag Operasional Ditlantas Polda Metro Jaya AKB Dermawan Karosekali menderita luka di kepala hingga dada karena dianiaya anggota ormas yang berunjuk rasa di Gedung MPR/DPR.
Sudah waktunya negara kembali bersikap tegas untuk menertibkan ormas-ormas yang berperangai bak preman. Jangan pernah ada toleransi atas kekerasan yang dilakukan ormas. Bukankah negara ini punya pengalaman membubarkan ormas-ormas yang berideologi kekerasan untuk mencapai tujuan?
Tugas pemerintah dari pusat sampai daerah ialah memastikan semua ormas mematuhi larangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Regulasi itu dibikin untuk diterapkan, jangan pula menyimpannya dalam laci lemari. Karena itu, hendaknya pemerintah terus-menerus melakukan sosialisasi agar ormas mengetahui hak dan kewajiban mereka. Selama kekerasan masih terus dihadirkan ormas, selama itu pula regulasi indah sebatas teks, tapi miskin penerapannya.
Undang-undang melarang ormas melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial. Sanksi atas larangan itu sudah sangat tegas, yaitu ormas dijatuhi sanksi administratif dan/atau pidana.
Sanksi pidana sedang diproses aparat penegak hukum. Akan tetapi, sanksi administratif tak kunjung diterapkan. Sanksi administratif mulai dari peringatan tertulis, penghentian kegiatan, sampai pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.
Ormas yang suka bikin onar harus dibubarkan. Kehadiran ormas seperti itu bagai setitik nila yang merusak sebelanga nama baik semua ormas di negeri ini. (MI)