JEMBER, IndonesiaPos
Ketua LSM Mayarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3), Drs. Farid Wajdi membeberkan tentang dugaan penyimpangan proyek RTLH di Kabupaten Jember melakukan Pers Release kepada sejumlah media. Kamis, (30/4/2020)
Didepan panitia khsusu (Pansus) DPRD tentang LKPJ Bupati tahun 2019 semalam, yang juga disiarkan langsung melalui akun Facebook Kustiono Musri, ia menyampaikan secara terbuka sejumlah temuannya tentang dugaan Kebusukan proyek RTLH tersebut sejak perencanaan anggaran.
“Bahwa dalam Perda Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 untuk Bantuan Sosial yang direncanakan untuk Rumah Tidak Layak Huni ( RTLH ) dianggaran sebesar Rp. 47,705 Milyar, dengan rincian pada APBD 2019 awal sebesar Rp. 9,205milyar dan pada Perubahan APBD 2019 sebesar Rp. 38,500 milyar atau 2.200 unit,”bebernya.
Seperti diketahui sebelumnya, Program Rumah Tidak Layak Huni ( RTLH ) di Kabupaten Jember yang sumber dananya dari APBD yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2006 melalui SKPD Badan Pemberdayaan Masyarakat (saat itu).
Tahun 2019 menggunakan mekanisme bantuan Sosial (Bansos) berbentuk uang di Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPKAD – PPKD) yang secara teknis bertindak sebagai verifikator dan Tim Teknis pada Dinas PU Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya.
Bahwa perbaikan RTLH yang sumber anggaran dari Kemen PUPERA, Kemensos, DAK bidang Perumahan dan APBD Kabupaten sejak tahun 2017 yang bermasalah hukum hanya RTLH yang sumber anggarannya dari APBD Kabupaten saja yaitu; RTLH Tahun 2015 di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Sumbersari yang sudah diputus di Pengadilan Tipikor Surabaya dan diawal tahun 2019.
Kecamatan Sumberjambe dan Sukowono yang sedang diproses di Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK RI ) dan di Desa Pace Kecamatan Silo yang sedang diproses di Polres Jember.
“Karena meggunakan nomenklatur Bantuan Sosial ( Bansos ), maka dalam Tahap perencanaan dalam penganggaran dalam APBD disamping harus mengikuti Permendagri No. 38 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2019 juga harus mengikuti aturan Permendagri No. 32 Tahun 2012 yang diubah dengan Permendagri No. 39 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Bantuan Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD dan Perbup No. 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman Hibah dan Bansos,”sambungnya.
Dalam Lampiran IV, Perbup No. 69 Tahun 2019 Tentang Penjabaran Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 yang diundangkan tanggal 23 Agustus 2019 yaitu Daftar Penerima, Alamat dan Besaran Alokasi Bantuan Sosial Yang Diterima, untuk jumlah anggaran Bansos RLTH Tahun 2019 sebesar Rp. 47.705.000.000, hanya tercantum dengan rincian sbb :
- Untuk Kelompok Penerima Kelurahan Bintoro Rp. 2.975.000.000
- Untuk Kelompok Penerima 1-7 APBD Awal sebesar Rp. 6.230.000.000
- Untuk Kelompok 1 – 44 Perubahan APBD sebesar Rp. 38.500.000.000
“Karena Bantuan Sosialini adalah Perorangan, semestinya di dokumen Perbup Penjabaran APBD 2019 maupun Perbup Penjabaran Perubahan APBD 2019 sudah tercantum penerimanya by name, by address dan besaran bantuan sosial yang diberikan” terangnya.
“Dan jelas, ini tidak sama dengan perlakuannya dengan permohonan bansos yang lain seperti ribuan penerima Bea Siswa yang tercantum detail dalam dokumen Perbupnya. Juga ribuan penerima BPJS Non kuota dan calon penerima bansos jenis lainnya yang dalam lampiran anggarannya bisa tercantum by name by addres nya sipenerima bantuan”
Di SK. Bupati Nomer 188.45/517.3/1.12/2019 tanggal 28 Agustus 2019 ada 1.100 nama penerima Bansos dengan anggaran sebesar Rp. 19.250.000.000. Desa Sukowono 165 penerima, Desa Randuagung 252 penerima, Desa Sukosari 165 penerima, Desa Dawuhan Mangli 68 penerima, Desa Pocangan 43 penerima, Desa Lembengan 50 penerima, Desa Sukowono 41 penerima, Desa Sumberdanti 70 Penerima, Desa Arjasa 50 penerima, Desa Mojogemi 80 penerima dan Desa Sumberwringin 116 penerima.
Sedangkan di SK. Bupati Nomer 188.45/676./1.12/2019 tanggal 26 Desember Agustus 2019 ada 50 nama penerima Bansos dengan anggaran sebesar Rp.875.000.000. Desa Selodakon 43 penerima dan Desa Pace 7 penerima.
“Untuk SK-SK Bupati Penerima Bansos RTLH lainnya, saya kesulitan mendapatkan produk hukum daerah tersebut, karena ketertutupan Informasi Publik di lingkungan Pemkab” sesalnya.
“Kesimpulannya, dari yang direncanakan sebanyak 2.726 penerima dan yang terealisasi sebanyak 2.556 penerima. Kesemuanya ‘ MELANGGAR“ mekanisme dan prosedur Pemberian Bantuan Sosial sesuai Permendagri dan Perbup yang berlaku, yaitu tidak melalui mekanisme yang seharusnya mulai Permohonan tertulis kepada Bupati, Verifikasi OPD terkait dan disebutkan nama dan alamat penerima serta besaran bansos yang diterima didalam Perbup Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2019 dan Penjabaran Perubahan APBD Tahun Anggaran 2019 yang diundangkan pada tanggal 23 Agustus 2019.”
“Jangan lupa. Hal serupa pernah terjadi dalam pemberian Bantuan Hibah kepada Kelompok Masyarakat Tahun Anggaran 2015 yang mengakibatkan 2 pejabat TAPD sebagai terpidana” ujarnya mengingatkan.
“Pantauan kami dilapangan, khususnya di wilayah Kecamatan Ledokombo, yaitu Desa Lembengan, Desa Sumbersalak, Desa Sumberlesung dan Desa Sukogidri, bukti pelanggaran pada tahapan pendataan, verifikasi dan penetapan di tingkat desa, bener-benar dilakukan oleh OKNUM PERORANGAN yang tidak mempunyai legalitas dan penugasan yang jelas.Sehingga peran para Tenaga Fasilitator Lapangan ( TFL ) dan Pemerintah Desa dikesampingkan.Bahkan usulan calon penerima yang melalui Pemerintah Desa Lembengan sebanyak 50 calon penerima bansos hanya diakomodir 2 penerima saja. Selebihnya, 48 calon penerima adalah usulan Oknum Perorangan tersebut” urai Farid yang didampingi 6 orang anggota MP3 lainnya didepan awak media.
“Maka wajar saja, dalam pemeriksaan di Pengadilan Tipikor untuk RTLH tahun 2019 di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Sumbersari, dalam kesaksiannya Plt Kadis menyampaikan tidak pernah membaca juknisnya. Karena faktanya memang tidak pernah ada juknisnya” pungkasnya. (*)