IndonesiaPos
Konsep pendekatan yang lebih humanis, tanpa mesiu, dijanjikan oleh TNI dan Polri untuk diterapkan di Papua. Pendekatan itu sejalan dengan kebijakan dasar pemerintah yang sudah digariskan Presiden melalui beleid Inpres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Inpres tersebut mengatur sinergi yang harus dilakukan 43 kementerian/lembaga dan pemda.
Dalam poin keempat disebutkan salah satu strategi pembangunan itu ialah pendekatan dialog dengan semua komponen masyarakat, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga penyelenggara pemda.
Akan tetapi, pendekatan dialog itulah yang selama ini tidak dikedepankan dalam menyelesaikan permasalahan di Papua. Selama ini, konflik di Papua, terutama antara kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dan TNI-Polri kerap diselesaikan dengan senjata.
Hal ini membuat rakyat ketakutan. Dewan Gereja Papua menyebut sekitar 60 ribu penduduk Papua mengungsi akibat konflik bersenjata antara kedua kubu yang masih terjadi di enam kabupaten hingga pertengahan November ini.
Oleh karena itu, janji yang dilontarkan TNI dan Polri untuk mengutamakan pendekatan humanis di Papua patut diapresiasi. Jangan buat lagi rakyat Papua ketakutan, baik warga asli maupun pendatang.
Seusai menggelar koordinasi dengan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (25/11),
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pun menegaskan pendekatan kesejahteraan menjadi yang utama dalam penanganan Papua.
Pendekatan kesejahteraan dilakukan komprehensif meliputi semua aspek dan sinergis mencakup semua lembaga terkait agar hasil pembangunan dirasakan masyarakat.
Artinya, kata Machfud, di Papua itu pendekatannya bukan senjata, melainkan kesejahteraan.
Sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua, pemerintah sebenarnya telah membuat UU Otonomi Khusus (Otsus) Papua pada 2001. Akan tetapi, selama 20 tahun penyelenggaraannya, hal itu dirasa belum cukup untuk mewujudkan kesejahteraan orang Papua.
Bahkan, selama otsus berlangsung intensitas terjadinya kekerasan dan konflik antara aparat keamanan dan gerakan kriminal bersenjata, terus meningkat.
Keprihatinan inilah yang menjadi komitmen Presiden Joko Widodo mengeluarkan Inpres No 9/2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Inpres ini merupakan langkah terobosan untuk mendorong sinergi antarkementerian/lembaga dan pemerintah daerah guna mewujudkan kesejahteraan, perdamaian, dan kehidupan bermartabat bagi masyarakat di Papua dan Papua Barat dalam bingkai NKRI.
Instruksi Presiden ini sudah semestinya dipatuhi semua jajaran di bawahnya, termasuk TNI-Polri sebagai garda terdepan dalam memelihara keamanan negara. Penyelesaian konflik dengan senjata tidak akan pernah menyelesaikan masalah dan cuma membuat rakyat sengsara.
Hal ini pun semestinya disadari kelompok bersenjata di Papua. Jika keukeuh atau ngotot dengan prinsip dan kebenarannya sendiri, selama itu pula kedamaian tidak akan pernah tercipta di ‘Bumi Cendrawasih’.
Alih-alih ingin mensejahterakan rakyat Papua, yang ada malah membuat mereka cemas dan ketakutan. Dari pada saling klaim kebenaran dan bertengkar, bukankah lebih elok berdialog, urun rembuk untuk mencari jalan keluar demi menyejahterakan rakyat Papua. Biar bagaimanapun, Papua ialah kita. (MI)