JAKARTA, IndonesiaPos
Program makan siang dan susu gratis yang diusulkan pemerintah dengan mengalihkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dinilai tidak relevan.
Usulan itu dianggap bakal memperlebar kesenjangan pendidikan dan menurunkan kualitas pendidikan nasional. Mestinya, penggagas program itu mencari sumber pendanaan lain untuk memenuhi janji politiknya.
“Jika memang makan siang gratis itu ditujukan sebagai sebuah inovasi kebijakan baru, maka cari sumber pendanaan yang baru, jangan mengambil dari sumber dana bansos lain seperti dana BOS, dana subsidi. Itu justru semakin memperparah dan memperlebar angka kemiskinan dan ketimpangan,”kata Direktur Kebijakan Publik dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyu Askar saat dihubungi, Senin (4/3/2024).
Kubu Prabowo-Gibran juga sempat menyatakan dibutuhkan dana sekitar Rp450 triliun untuk mengeksekusi usulan program tersebut dalam satu tahun.
Nilai tersebut hampir mendekati total anggaran perlindungan sosial dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yang berada di kisaran Rp496 triliun.
Oleh karena itu, urgensi dari usulan program makan siang gratis itu dipertanyakan. Jangan sampai, kata Wahyu, demi menjalankan kepentingan politik, anggaran yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat miskin justru dipangkas.
“Kalau seandainya perlinsos dialihkan, katakanlah seperti dana subsidi, dana BOS, itu rasanya mencederai akal sehat. Karena alasan untuk dialihkan juga tidak ada,” kata Wahyu.
“Jadi jangan sampai kita menyerap atau mengambil anggaran dari bansos lainnya dan mengalihkan ke makan siang gratis yang belum tentu langsung dirasakan manfaatnya oleh orang-orang yang membutuhkan, jadi ada potensi risiko makan siang gratis itu justru diterima oleh anak-anak sekolah yang bukan berasal dari keluarga tidak mampu.”ujar Wahyu
Wahyu mengatakan, sedianya program makan siang gratis merupakan usulan program yang disampaikan oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024.
“Mestinya, usulan kebijakan itu dibahas pula secara resmi ketika pasangan itu telah dinyatakan secara resmi sebagai pemenang pemilu dan dilantik untuk menduduki kursi di Istana, bukan saat ini ketika hasil penghitungan resmi belum diumumkan,”tegasnya.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menolak keras wacana pemerintah yang akan mengalihkan alokasi BOS untuk realisasi program makan siang gratis. Ia menegaskan negara harus taat dengan regulasi anggaran pendidikan yang telah ditetapkan.
“Demi program ambisius, jangan korbankan pendidikan kita. Maka sangat disayangkan keputusan pemerintah yang diam-diam mengurangi alokasi dana BOS sebanyak Rp539 miliar pada tahun 2023 dengan alasan defisit APBN. Terlebih lagi, sebesar 50 persen BOS juga digunakan untuk membayar gaji guru dan tendik honorer,” kata Fikri, Sabtu kemarin (2/3).
Perlu diketahui, dana BOS merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Regulasi tersebut mengamanatkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
“Sebab itu, dana BOS hadir agar generasi muda dapat mengenyam pendidikan dasar tanpa kendala biaya pendidikan yang memberatkan. Jadi, jangan bebankan BOS untuk program yang tidak ada kaitannya dengan pendidikan. Silahkan, pakai anggaran lain,” serunya.
Sehingga dirinya mendesak pemerintah terutama Kemendikbud-Ristek dan Kemenag untuk memperjuangkan agar alokasi dana BOS tidak diutak-atik.
Baginya, kebijakan program ‘Makan Siang Gratis’ ini masih belum jelas anggaran maupun nomenklaturnya.
“Apalagi ini program non-pemerintah dari paslon yang belum resmi dilantik dan menjabat, semua ada aturannya dalam undang-undang. Kami harus perjuangkan dana BOS murni hanya untuk pendidikan,” tandas Fikri.
Penyidik Mabes Polri Temukan Dugaan Korupsi Dana Bos Dan Zakat Ponpes Al-Zaytun