<

Potret Buram APBD Jember, Tak Mampu Sejahterakan Rakyat. Kapankah Berakhir?

JEMBER, IndonesiaPos

Kepastian keberadaan Surat Gubernur tentang ditolaknya usulan Perbup APBD Jember sedang ditunggu-tunggu masyarakat Jember. Surat tersebut diharapkan bisa memberikan kepastian kepada publik Jember tentang apa sebenarnya yang terjadi dengan APBD Jember 2020.

Surat tembusan yang direncanakan sampai kedewan pada jumat kemarin,  ternyata tidak kunjung datang.  “Saya kemarin nunggu dikantor sampai jam 17.00 belum juga nerima tembusan surat dimaksud mas” terang Itqon Sauqi, Ketua DPRD Jember pada IndonesiaPos Sabtu sore 4 April 2020 melalui saluran telpon.

Sebelumnya, Itqon Sauqi kepada IndonesiaPos sudah menginformasikan bahwa pihak provinsi akan mengirimkan surat tembusannya pada hari Jumat.  “Karna surat aslinya belum diambil oleh Pemkab Jember, maka kami tidak berani mengirimkan tembusan surat tersebut kepada siapapun” ujar sumber di Pemprov Jatim yang enggan namanya ditulis.

BACA JUGA : Itqon Syauqi : Bupati Faida “Tak Ada Itikat Baik” Untuk Bahas APBD

Polemik tentang surat tersebut semakin liar ditengah publik. Sebagian beranggapan, bahwa surat penolakan tersebut hanya sebagai alibi oknum-oknum DPRD untuk tidak segera membahas APBD.  Sebagian lagi meyakini kebenaran info tersebut.

“Perkada/Perbup APBD Jember Tahun 2020 sudah ada, Terus apa lagi yang mau dibahas dan diributkan, kurang kerjaan tah” ujar Anasrul Anas, Advokat dan aktivis PDIP di akun facebooknya ;

BACA JUGA : Perbup APBD Ditolak Gubernur, Faida Minta “Islah” Dengan DPRD

Senada dengan Anas,  Farid Wajdi, sosok pemerhati pemerintahan yang dikenal sebagai Ketua LSM Masyarakat Peduli Pelayanan Publik di akun facebooknya juga menulis ; “Dengan Perkada APBD 2020 tanggal 3/1/2020, yang sudah berlaku selama 3 bulan, apa ada APBD yang lain lagi yang harus dibahas setelah 1 April 2020”

“Tergantung diskresi Gubernur mas, dan saya yakin gubernur akan melakukan itu demi rakyat Jember. Setelah itu bergantung Bupati dan DPRDnya, mau membahas apa enggak. Kalau gak mau membahas kebangeten” timpal Kadar-mp Kadar (Ketua LSM Misi Persada) dalam komentarnya di postingan Farid Wajdi

BACA JUGA : Gubernur Jatim Perintahkan DPRD Jember Kawal Rekomendasi Mendagri

Kepastian kapan APBD juga menyita banyak komentar dari masyarakat. Melalui akun Facebook bernama Moer Laok menulis postingan yang cukup panjang  tentang kondisi ini;

BUPATI BUKAN CEO PERUSAHAAN (menanggapi status Raja Cebong)

Ada 3 pilar dlm sistem pemerintahan kita. Eksekutif, Yudikatif dan Legeslatif.

Saat mak Dah memenangkan Pilkada 2015, sebagai pendukung saya pernah menulis “Lanjutkan program2 yg baik dan buang semua sisa rezim terdahulu yg tdk baik”.

Tdk perlu menyimpan dendam untuk membelenggu lawan politik saat pemilu sdh usai.

Sukses sebagai CEO perusahan (RS) belum tentu bisa dijadikan rujukan kesuksesan memimpin sebuah kota. Sebagai CEO, pemilik perusahaan bisa menentukan segalanya sendiri. Dia bak seorang ratu atau Raja. Tapi dlm pemimpin pemerintahan ada lembaga Legeslatif dan Yudikatif yg kedudukannya sejajar. Bupati/Walikota/Gubenur bahkan Presiden sekalipun gak iso KARDI.

Disinilah seni berpolitik dimainkan.

Jokowi mampu “menaklukan” legeslatif dengan gaya cool nya.

Artinya seorang presiden pun butuh legeslatif agar bisa sejalan mendukung program-programnya. Apalagi cuma seorang bupati. Tidak ada seorangpun yang bisa jadi pemimpin sempurna dan ideal bagi semua golongan masyarakat. Begitu juga gak semua anggota dewan brengsek semua.

Dalam takaran tertentu ketika mereka bicara kebijakan publik mau tidak mau mereka dituntut untuk bicara profesionalisme dan transparasi plus kebermanfaatan bagi umat.

Jadi seharusnya sejak awal eksekutif bersinergi dgn legeslatif.

Gak usah wedi dan risi dgn “negosiasi” WANI PIRO? Wong guduk duwek e dewe. Toh ada yudikatif yg akan memagarinya. Sing mengsle berani main2 dgn anggaran akan berhadapan dgn hukum.

Jangan-jangan ketidakmauan duduk bareng membahas anggaran hanya karena beban bagi-bagi jatahnya gak sesuai garis harapan dan peruntukan kedua belah pihak.

Empat tahun Bupati tidak mampu menjalin komunikasi dgn Dewan bagi saya adalah ketidakmampuan beliau “bermain” politik. SIK AREP DILANJUTKEN ?

Dan akun Raja Cebong pun membalasnya dengan postingan ;

“Tidak perlu menyimpan dendam untuk membelenggu lawan politik saat pemilu sdh usai,” teriak Moer Laok dari corongan masjid.

Tidak perlu menyimpan dendam? Nah, sekarang hal itu dibuktikan oleh petahana ketika menginginkan pembahasan APBD bersama DPRD.

DPRD mau? Kalau ngga mau, lalu siapa yang suka menyimpan dendam, Kakanda ku?

Akun Moer Laok pun menjawabnya dalam komentar ;

“Tidak perlu menyimpan dendam untuk membelenggu lawan politik saat pemilu sdh usai,” teriak Moer Laok dari corongan masjid.

Iku teriakanku dulu bro, petang taon lambek yg saya teriakan kembali.

Saat itu Persid di pengkot gak dikasij perhatian krn Berni tdk mendukungnya di pilkada. (Syukurlah jk menjelang pilbup mulai membuka hati). Guru2 di mutasi semaunya tanpa mempertimbangkan domisili. Guru kontrak di plosoroh hanya krn PGRI jadi garda terdepan mendukung pak Gik. Pembangunan JSG yg multi tahun anggaran gak dilanjutkan. Dll dst. Itu yg terjadi selama 4 tahun di jember mas bro Raja Cebong.

Komentar-komentar tersebut ibarat cermin, bahwa keterlambatan pembahasan APBD sangat berpengaruh terhadap masyarakat,  lebih lebih ditengah penyebaran virus covid 19 sekarang ini. Bahwa “kesalahan” menejemen birokrasi,  bukan hanya berdampak pada level pimpinan saja,  namun masyarakat juga menjadi korbannya. Sampai kapan polemik ini berakir ? Akankah potret buram APBD Jember 2020 tercatat sebagai sejarah terburuk tata kelola pemerintahan Jember ? (Why)

BERITA TERKINI