<

PP IWO Gelar Talk Show dan Bedah Buku Kemerdekaan Pers

JAKARTA, IndonesiaPos – Pengurus Pusat Ikatan Wartawan Online (PP IWO),  menggelar ‘Talk Show dan Bedah Buku karangan Ibnu Madjah berjudul ‘Kemerdekaan Pers, Dari Perspektif Hukum dan HAM’ di Ruang Rapat Komisi II DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (9/9/2022).

Bertindak sebagai moderator pemateri dan pemandu dalam kegiatan ini yaitu, Ketua Umum PP IWO Jodhi Yudono.

Dalam diskusi itu, Jadhi meminta Ibnu Madjah agar memaparkan tulisannya terkait kebebasan pers dan kompetensi media massa di tanah air.

Dalam bukunya, Ibnu menyatakan, masyarakat yang akan menilai kompetensi media massa sebagai pilar ke-4 atau media yang ingin merusak tatanan kebangsaan Indonesia.

“Kita harus refleksikan, apakah pers cermin kedaulatan rakyat, seperti yang diamanahkan oleh UUD 1945 pasal 28, yang di jawantahkan oleh UU Pers,”terangnya.

Menurut Ibnu, Dewan Pers harus mengambil bagian dalam tanggung jawab membina masyarakat pers, sesuai pasal 1 ayat 1 UU Pers Nomor 40/1999. Sebab, Dewan Pers sejauh ini hanya mengurusi kepentingan pers Nasional dibandingkan kehidupan pers yang menyeluruh.

Sementara Panelis lain, yang juga Wakil Ketua Komisi VIII DPR. Ace Hasan Syadzily menyatakan, pers sebagai pilar ke-4 harus dipertahankan.

“Sebagai kontrol masyarakat terhadap tiga pilar lainnya, karena kehidupan dan kebebasan pers harus dikawal oleh seluruh elemen bangsa,”papar Ace.

“Saya menilai pers yang saat ini telah berkembang di dunia digital, khususnya media online, harus menjadi yang terdepan dalam penyampai informasi ke masyarakat,”tambahnya.

Seiring dengan itu panelis lainnya, yakni Wakil Ketua Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro, menilai kebebasan pers merupakan bagian dari kebebasan masyarakat.

Meski demikian Andi yang juga hakim agung ini menilai, penerapan sengketa pers harus Kalau UU Pers tidak mengatur pidana, sehingga harus dicermati mana yang Lex spesialis derogat Lex generalis..

“Saya mengartikan, bahwa penyelesaian kasus-kasus menyangkut karya jurnalistik harus menerapkan penyelesaian melalui UU Pers 40/1999,” ungkap Andi.

Selain itu Andi menjelaskan Mahkamah Agung telah menerapkan Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) Nomor 13/2008, sebagai penata hukum dapat diterapkan dalam praktik peradilan terhadap pers yang berkonflik dengan hukum.

Andi menilai, UU pers yang diatur kondisi penghalang-halangan terhadap fungsi pers,  namun terkait ketentuan yang menyangkut tugas pers dan pidana: Diarahkan dengan menggunakan aturan ketentuan perundang-undangan yang ada.

“SEMA 13/2008 pada pokoknya menyatakan: Dalam penanganan/pemeriksaan perkara-perkara yang terkait dengan delik pers hendaknya majelis mendengar/meminta keterangan ahli dari Dewan Pers.”

Ada beberapa hal yang patut mendapat perhatian dari SEMA, menurut Andi, yakni,

  1. Dalam menghadapi sengeketa pers, penting mendengarkan keterangan ahli di bidang pers.
  2. Ahli yang didengar keterangannya di persidangan tidak harus dari unsur pers, tetapi dapat orang/ahli dari luar Dewan Pers.

Sehingga Andi menilai setiap pihak harus menghormati UU Pers sebagai aturan spesialis menata kebebasan pers Indonesia.(hen)

BERITA TERKINI